Selasa, 22 Maret 2016

Pemikiran Calvin (Calvinisme)

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang 
Gerakan reformasi gereja setidaknya telah melahirkan suatu peradaban dan paradigma baru bagi dunia Barat. Barat yang semulanya terkontrol di bawah satu komando Vatikan, kini sudah mampu berdikari untuk mengurusi segala administrasi dan kebijakan negara tanpa intervensi gereja. Banyak pakar yang menganggap fenomena reformasi gereja merupakan bentuk renaissance jilid dua setelah revolusi industri. Tumbuh suburnya kapitalisme, rasionalisasi akal, dan terbentuknya negara bangsa di Barat tidak bisa dipisahkan dari gerakan reformasi gereja.

John Calvin

Salah satu pengusung gerakan reformasi gereja adalah John Calvin dengan ajaran calvinisme nya. Calvin telah meletakkan dasar-dasar teologis, filosofis, dan intelektual yang kokoh bagi keberhasilan gerakan reformasi Protestan di Eropa. Ia merupakan salah satu fondasi doktrinal yang penting bagi kemajuan peradaban kapitalis Eropa di abad modern.[1]  Untuk itu perlu  membahas sepak terjang Calvin maupun pemikiran nya untuk memahami dinamika kotemporer Barat. Berbagai pertanyaan bagaimana latar belakang kehidupan Calvin, bagaimana pemikiran nya, sampai apa saja yang menjadi dasar pemikiran nya akan dibahas dalam makalah ini. Semoga makalah singkat ini mampu menjelaskan sosok reformator Calvin, atau setidaknya sekedar mampu memahaminya.

II. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang timbulnya reformasi gereja?
2. Bagaimana daftar riwayat kehidupan Calvin?
3. Bagaimana pemikiran yang diusung oleh Calvin?
4. Darimana fondasi pemikiran Calvin?

III. Tujuan
1. Memahami latar belakang munculnya gerakan reformasi gereja
2. Mengetahui daftar riwayat sosok reformator Calvin
3. Memahami pemikiran-pemikiran Calvin
4. Mengetahui sumber fondasi pemikiran Calvin

BAB II
PEMBAHASAN

IV. Latar Belakang Munculnya Gerakan Reformasi Gereja
Pada mulanya gerakan reformasi gereja merupakan rangkaian gerakan protes kaum bangasawan Jerman terhadap dominasi kekuasaan imperium Katolik Roma. Tetapi, pada perkembangan nya gerakan ini memiliki makna yang lebih luas, ia dianggap identik dengan semua gerakan yang menentang dominasi kekuasaan Katolik Roma. Gerakan reformasi gereja merupakan gerakan lanjutan dari gerakan renaisans Italia. Keduanya sama-sama diinspirasi oleh pemikiran Yunani-Romawi yang menekankan aspek individualisme, menempatkan manusia dalam posisinya yang terhormat.[2] Keduanya juga lahir karena pengaruh perkembangan kapitalisme, perdagangan, dan merkantilisme yang marak berkembang pada abad 14-16. Selain itu, renaisans dan reformasi muncul sebagai akibat perlawanan gigih terhadap dominasi kekuasaan Katolik Roma.[3] Setidaknya ada 7 poin yang bisa diambil untuk menjelaskan latar belakang timbulnya gerakan reformasi gereja di Eropa. 7 poin tersebut adalah:[4]

1. Penyimpangan gereja Katolik
Penyimpangan yang dilakukan oleh pemuka Katolik merupakan salah satu penyebab timbulnya gerakan reformasi gereja yang merebak di Eropa pada waktu itu. Penyimpangan tersebut terjadi dalam berbagai bentuk. Diantaranya adalah adanya praktek KKN dalam memperoleh posisi sosial keagamaan. Misalnya seperti kasus Paus Leo X, Paus Katolik ini memperoleh sejumlah $ 5.250.000 per tahun dari hasil penjualan jabatan-jabatan gerejani. Ironisnya mereka yang berkuasa karena menyogok berani melakukan tindakan tak terpuji seperti korupsi dan komersialisasi jabatan.

Ada juga Paus yang melakukan tindakan amoral seperti kasus Alexander VI. Diketahui Paus yang berkuasa saat reformasi protestan meletus ini telah memiliki delapan anak haram. 7 diantaranya dimiliki sebelum menjadi Paus. Dengan kata lain, ia hidup bersama tanpa nikah sebelum menjadi Paus. Bagi kaum reformator ini merupakan salah satu bentuk ketidak konsistennya gereja dan termasuk penistaan agama, yang pada waktu berlaku peraturan larangan menikah bagi para pemuka agama katolik.
2. Indulgencies (penjualan surat-surat pengampunan dosa)
Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgencies) merupakan penyimpangan lainnya yang turut memicu lahirnya  gerakan reformasi. Dengan alasan keagamaan untuk membangun gereja santo petrus di Roma Vatikan, Paus mengumpulkan dana melalui penjualan surat-surat indulgencies. Mereka yang membeli surat-surat indulgencies akan memperoleh pengampunan Tuhan. Semakin besar uang yang dibayarkan semakin besar pula dosa yang diampuni Tuhan. Bahkan Paus mendeklarasikan bahwa surat pengampunan dosa juga bisa menghapus dosa-dosa orang yang telah meninggal.

3. Sakramen suci
Penyimpangan agama juga terjadi di sakramen suci. Gereja dianggap menjadi agen utama terjadinya veneration of relics terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci. Menurut kaum reformis, sakramen, pemujaan, dan kultus itu menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal. Sesuatu yang bersifat sekuler disakralisasi.

4. Doktrin Augustianisme
Doktrin augustianisme juga merupakan penyebab lain timbulnya reformasi. Doktrin Agustinus yang menganggap bahwa manusia hanya sebagai wayang di hadapan Tuhan menyebabkan fatalisme sosial. Manusia tak ubahnya seperti wayang, tak mampu  mengubah sebenuhnya nasib dirinya, semuanya berada di tangan Tuhan. Menurut kaum reformator ini merupakan sesuatu yang meniadakan kerja keras dan spesialisasi manusia, seolak-olah manusia tak berdaya untuk merubah sesuatu dalam kehidupannya.

5. Perkembangan kapitalisme dan krisis ekonomi
Perkembangan kapitalisme dan krisis ekonomi di kawasan imperium gereja pada waktu itu turut mendorong terjadinya reformasi gereja. Perkembangan kapitalisme juga menuntut reinterpretasi terhadap doktrin Katoliknya, misalnya seperti ajaran pembungaan uang. Pembunggan uang dihalalkan atau diharamkan. Andaikata diharamkan, bagaimana bank bisa bertahan karena seluruh pembiayaan bank mengandalkan mekanisme pembungaan uang. 

6. Masalah pajak
Masalah pajak juga turut mempertajam gerakan reformasi gereja. Penduduk terutama kalangan bawah merasa tertekan dengan biaya pajak yang terlampau tinggi oleh ketetapan gereja.  Pajak yang tinggi menyababkan arus kas gereja masuk luar biasa besarnya. Dengan uang itu dibangunnya gereja-gereja mewah, sementara penduduk hidup dengan kemiskinan. Ketimpangan sosial pun tak terelakkan. Timbul lah kecemburuan sosial kaum bangsawan yang kemudian menuntut pajak itu dihapuskan atau diturunkan. Tuntutan itu semakin menguat ketika mereka mengetahui sebagian pajak digunakan untuk kepentingan pribadi para pemuka agama. Mulailah rakyat bersatu padu untuk menentang kekuasaan kepausan

7. Munculnya doktrin negara bangsa
Selain cita-cita reformasi, kaum reformator juga mempunyai cita-cita politik yaitu mereka berambisi untuk melepaskan dirinya dari kekuasaan politik dan spiritual imperium Romawi Katolik dan bermaksud membentuk pemerintahan sendiri dengan batas-batas teritori yang ditentukan. Cita-cita politik inilah yang kemudian hari melahirkan doktrin negara bangsa di kawasan Eropa. Doktrin negara bangsa menolak intervensi paus dalam persoalan-persoalan internal kenegaraan. Semakin kuat intevensi paus semakin kuat pulalan doktrin negara bangsa berkembang

V. Riwayat Hidup Calvin
Calvin adalah anak kedua dari lima bersaudara. Orang tuanya bernama Gerard Cauvin dan Jeanne Le Franc Cauvin. Ayahnya adalah seorang yang cukup sukses dan bekerja sebagai sekretaris dari uskup di Noyon. Dalam literatur sang ayah disebut sebagai seorang yang rajin, namun ambisius dan materialistik; sedangkan ibunya adalah seorang wanita yang saleh dan pengikut setia Gereja Katolik. Sejak Calvin masih kecil, sang ayah telah menjadi seorang pejabat yang cukup berpengaruh dan memperoleh banyak kedudukan dalam pekerjaannya, sehingga Calvin berhasil mendapatkan semacam beasiswa serta memperoleh pendidikan yang baik. Itulah sebabnya pada masa mudanya ia lebih sering bergaul dengan kalangan elit dan bangsawan (aristokrat). Setelah sang ibu meninggal, ia pada usia remaja (tepatnya 14 tahun) dikirim ke Universitas Paris untuk menempuh pendidikan keimaman (priesthood), yang mirip dengan sekolah teologi. Di sana ia meraih gelar Master of Arts (versi lain mencatat: Bachelor of Arts) pada usia 19 tahun (1528).[5]

Tetapi kesuksesan orang tuanya tidak terlalu lama. Sang ayah belakangan terlibat konflik dengan atasannya, seorang uskup, yang akhirnya merekomendasikan supaya sang ayah diekskomunikasikan dari gereja. Itulah sebabnya mengapa sang ayah selanjutnya tidak menginginkan anaknya menjadi seperti dirinya (yaitu bekerja dan melayani di lingkungan gereja) dan Calvin selanjunya diarahkannya untuk menempuh pendidikan di Universitas Orleans dalam bidang hukum. Ketika berkuliah di sana ia dididik di bawah seorang guru yang bernama Pierre de l’Etoile. Dari tempat ini ia melanjutkan ke Universitas Bourges di bawah seorang pengacara humanis yang bernama Andrea Alciati. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di sana dengan meraih gelar doktor hukum tahun 1531 (dan pada tahun yang sama ayahnya meninggal dunia). Setelah itu ia kembali ke Paris dan menulis buku pertamanya (A Commentary on De Clementia, 1532) yang membahas tentang pikiran etika dari Lucius Annaeus Seneca, yakni seorang filsuf dan negarawan Romawi yang sangat brillian dan produktif.[6]

Kira-kira dua tahun kemudian, ia menghasilkan karyanya yang monumental, yaitu buku Institutio (Institutio Religionis Christianae) Maret 1536. Buku ini dianggap sebagai salah satu buku yang mempengaruhi jalannya sejarah teologi. Melalui karya tersebut, Calvin terlihat sebagai seseorang yang memiliki pikiran jernih, sistematis, dinamis, kreatif dan transformatif. Dalam perjalanan kehidupan selanjutnya, ia bertemu dengan seorang yang bernama William Farel; melalui tokoh inilah ia mengenal gerakan Reformasi yang telah dimulai oleh Luther. Karena tertarik dan bersimpati pada gerakan ini, ia sering berada di kota Jenewa. Di sana ia melayani sebagai seorang pendeta, pengkhotbah, dan penafsir Alkitab hingga akhir hidupnya. Di kota itulah ia menulis beberapa buku tafsiran, yaitu Perjanjian Lama sebanyak 23 kitab dan semua Perjanjian Baru, kecuali kitab Wahyu. Ia juga menghasilkan traktat-traktat, bukan hanya yang bersifat devosional, tetapi juga yang bersifat mengoreksi kekeliruan doktrinal maupun pengajaran yang bersifat pastoral. Ia menderita migrain, asma, katarak, wasir, arthritis, terkadang demam, dan akhirnya terjangkit tuberculosis. Tetapi semangat kerja dan pelayanannya tidak pernah mengendor hingga ia meninggal 1564 di usia yang terbilang masih muda, 55 tahun.[7]

VI. Pemikiran Calvin
Setidaknya ada 3 poin pemikiran Calvin yang cukup mendalam untuk dibahas. 3 poin tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang Allah
Begitu seseorang membaca permulaan Institutio, terbukalah sebuah tesis dasar dari Calvin tentang Allah seperti apa yang diberitakan dalam iman Kristen. Calvin merumuskan pemikiran bahwa pengetahuan manusia tentang Allah sebatas Allah sebagai Pencipta dan sekaligus manusia sebagai ciptaan. Sebagai ciptaannya, manusia tidak akan pernah mengenal Allah sepenuh-penuhnya dan teologi yang dibangun adalah teologi yang terbatas dalam ciptaan. Jikalau demikian, bagaimana manusia sebagai ciptaan yang terbatas itu dapat mengenal Allah dan dirinya sendiri? Menurutnya, manusia dapat sampai pada dua macam pengetahuan tersebut melalui alam dan Alkitab. Calvin menganggap bahwa ciptaan, terutama manusia, yang ada dalam lingkup wahyu umum tidak dapat menuntun pada cahaya kebenaran menuju pada sang Pencipta. Hanya Alkitablah yang dapat memberikan pertolongan kepada manusia pada pengenalan akan Allah yang benar.

Boleh dikata di dalam Institutio Calvin dengan yakin mengatakan bahwa Alkitab sebagai wahyu khusus selalu mendahului bahkan berada pada posisi di atas wahyu umum. Baginya, bila seseorang mencari Allah di luar wahyu khusus ini, usahanya menjadi sia-sia untuk menemukan pengetahuan yang benar tentang Allah. Jadi aksioma sederhana yang hendak disampaikannya cukup jelas, dari dalam Alkitab kita dapat memperoleh pengetahuan bahwa manusia adalah ciptaan, dari dalam Alkitab juga mengetahui tentang adanya sang Pencipta. Sang Pencipta tersebut digambarkannya sebagai pribadi yang secara tak berhingga jauh lebih besar dari pada ciptaan.

2. Doktrin Augustianisme
Calvin juga terpengaruh dengan doktrin Agustinus. Menurutnya, takdir semua manusia telah ditentukan oleh Tuhan. Jadi tak ada yang bisa mengubahnya, sekalipun itu seorang pastor. Jadi bisa diibaratkan bahwa pemikiran Calvin tentang takdir menganggap manusia sebagai wayang dan Tuhan sebagai dalang. Calvin juga membenarkan adanya dosa warisan yang sebelumnya menjadi pemikiran Agustinus. Calvin berasumsi bahwa setiap manusia yang terlahir di dunia ini membawa dosa bawaan akibat Adam. Meski demikian, Calvin berpendapat bahwa manusia bisa menghilangkan semua dosa tersebut bila ia mau berbuat baik pada sesama dan senantiasa beribadah pada Tuhan.

3. Hidup Asketis
Calvin menyeru kepada umat manusia untuk hidup asketis. Asketis yang dimaksudkan Calvin adalah askestis duniawi. Menurutnya manusia juga harus bisa menahan nafsu binatangnya. Namun menjadi seorang biarawan atau biarawati bukanlah hal yang tepat baginya. Bagi Calvin, kehidupan sehari-hari adalah sarana yang paling tepat dalam mengontrol dan menahan nafsu binatang yang melekat pada diri manusia. Dengan begitu, setiap orang yang beragama Kristen bisa menjadi pastor dalam hidupnya sehari-hari dan juga keluarganya. Asketisme duniawi juga mengajarkan orang perlu kaya dan tidak harus takut terhadap kekayaan. Kekayaan menurut pemikiran Calvin bukanlah suatu dosa, yang menimbulkan dosa adalah apabila kekayaan diperoleh dengan cara yang haram dan digunakan untuk foya-foya.

Menurut Calvin, ada satu dosa lagi yang harus dihindari oleh manusia yaitu menyia-nyiakan waktu. Gagasan Calvin yang satu ini tidak terlepas dari pemikiran Weber yang menyebutkan bahwa pemborosan waktu merupakan dosa yang paling besar. Pemborosan waktu dalam pergaulan sosial, melakukan hal sia-sia, foya-foya, bicara tak tentu arah, bahkan melakukan tidur berlebihan (kecuali dalam rangka menyehatkan diri). Semua dikutuk oleh Tuhan dan menjadi sebuah dosa moralitas yang tak bisa diampuni. Asketisme Protestan yang diusung oleh John Calvin inilah yang menjadi hal yang menjunjung tinggi rasionalitas dan juga efisiensi.  Calvin juga sependapat dengan Luther tentang penghapusan sakramen suci gereja karena bisa membodohkan umat manusia. Dengan begitu, manusia akan memiliki posisi langsung dengan Tuhan tanpa perantara Paus ataupun pastor.[8]

VII. Sumber Pemikiran Calvin
Sampailah ke sebuah pertanyaan darimanakah Calvin memperoleh inspirasi dalam merumuskan doktrin-doktrinnya? Ada 3 sumber yang menjadi framework pemikiran Calvin. Pertama, ajaran nabi-nabi Hebrew dan Al-kitab, baik yang perjanjian lama maupun perjanjian baru. Kedua, dari lutheranisme dan augustianisme. Banyak kemiripan pemikiran Calvin dengan Luther dan Augustinus. Ketiga, sumber-sumber ajaran Islam. Menurut Nurcholis Madjid, pengaruh sumber-sumber Islam banyak sekali yang menjadi kerangka pemikiran Calvin. Semisal seperti, ajaran tentang keterbukaan penafisran Al-kitab. Sebelumnya dalam Kristen tidak mengenal keterbukaan penafsiran kitab suci oleh umum, penafsiran hanya boleh dilakukan oleh Pastor.

Referensi
[1] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 156
[2] Ibid., h. 143-144
[3] Ibid.,
[4] Ibid., h. 145-149
[5] Daniel Lucas Lukito, 500 Tahun Yohanes Calvin: Pengetahuan Tentang Allah Adalah Testing Ground Untuk Mengenal Manusia, Jurnal Veritas (April 2009), h. 4
[6] Ibid., h. 5.
[7] Ibid., h. 6
[8] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, h. 156-160

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com