Selasa, 12 April 2016

Konsep dan Pengertian; Dasar-Dasar Logika

Abstrak
Manusia adalah mahkluk berpikir. Tak ada yang bisa menyangkalnya. Berpikir itulah yang menyebabkan manusia berbeda dari mahluk yang lainnya. Dalam berpikir manusia memerlukan konsep. Melalui konsep manusia lalu menerjemahkannya lewat kata. Dari kata tersebut lalu dirangkai menjadi suatu kumpulan kalimat. Rangkaian kalimat tersbut disebut preposisi. Kumpulan kalimat-kalimat bisa diucapkan lewat lisan. Orang mengenalnya dengan sebutan bahasa. Jadi, bila orang berbicara dengan kata-kata, maka orang berpikir dengan menggunakan konsep atau pengertian-pengertian. Tata cara berpikir seperti itu disebut sebagai logika. Berpikir dengan jelas dan tepat menuntut pemakaian kata-kata yang tepat. Orang tidak dapat berbicara dengan baik kalau tidak mempunyai kata-kata. Demikian juga orang tidak dapat berpikir dengan tepat tanpa pengertian-pengertian. Mengerti suatu barang berarti menangkap seperti apa barang itu atau macam apa barang itu. Dengan mengerti sesuatu tentang apa yang dipikir atau obyek yang dipikir berarti kita sudah menggunakan konsep berpikir.

Keyword: Logika, Konsep, kata

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sejak filsuf Yunani, Thales (624 SM-548 SM) mengatakan bahwa air adalah arkhe. Logika mulai dikembangkan dikalangan para filsuf. Apalagi setelah Aristoteles mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Kaum Sofis  beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang logika. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti berbagai macam argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.


Pada 370 SM-288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM-226 SM pelopor Kaum Stoa. Dari sini logika mulai berkembang menjadi bidang studi tersendiri. Para ilmuwan dan filsuf mulai beramai-ramai menerbitkan karya-karya yang terkait dengan ilmu logika, seperti buku-buku Aristoteles; De Interpretatione, Eisagoge karya Porphyus, karya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding. Penggunaan logika ini penting untuk mengetahui suatu keabsahan dan kebenaran dari suatu permasalahan. Sampai saat ini logika sudah menjadi salah satu pelajaran wajib yang harus dipelajari di pergurun tinggi.
Manusia adalah makhluk hidup. Lantas yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lainnya, semisal hewan adalah cara berpikirnya. Manusia adalah makhluk hidup yang bisa berpikir. Manusia dalam berpikir membutuhkan konsep untuk menuangkan apa yang dipikirkan. Konsep tersebut dinyatakan dalam kata-kata. Konsep penting guna mendukung proses berpikir. Dalam makalah ini tidak dibahas secara mendetail apa itu logika, bagaimana sejarah logika berkembang sampai saat ini, apa fungsi logika, tetapi akan mengurai salah satu pokok bahasan dalam ilmu logika, yaitu konsep dan pengertian. Untuk itu dalam makalah ini hanya akan membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep dan pengertian.

II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep dan pengertian?
2. Apa yang dimaksud dengan dilalah?
3. Apa yang dimaksud dengan kata?
4. Apa yang dimaksud dengan makna dan arti?

III. Tujuan
1. Mengetahui tentang konsep dan pengertian dalam logika
2. Memahami konsep-konsep dilalah dalam ilmu mantiq
3. Mengetahui arti dan pembagian kata
4. Mengetahui pengertian makna dan arti


BAB II
PEMBAHASAN

IV. Pengertian Konsep

Pengertian adalah suatu gambaran akal budi yang abstrak, yang batiniah, tentang sesuatu.[1] Gambaran akal budi yang abstrak, yang batiniah, tentang sesuatu sebagaimana dimaksudkan di atas disebut juga konsep. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsep didefinisikan sebagai: 1) Rancangan atau buram surat dsb., 2) Ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret, 3) Gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.[2] Dengan demikian pengertian identik dengan konsep sebagai hasil pekerjaan akal budi yang selalu menangkap dan membentuk sesuatu gambaran. Pengertian berada dalam wilayah akal budi atau pikiran sementara konsep berada dalam wilayah kebahasaan. Perhatikan gambar di bawah ini.



Kata Kursi ialah konsep. Sebelum menjadi konsep kata kursi merupakan pengertian yang dibentuk oleh akal budi atau pikiran. Selanjutnya dengan kata kursi itu kita dapat berpikir atau berbicara hal ihwal mengenai kursi tanpa harus menghadirkan benda kongkret yang bernama kursi karena kursi itu telah ada di dalam akal budi atau pikiran. Kehadiran kursi di dalam akal budi atau pikiran ialah karena panca indera menangkap benda kongkret yang kemudian diberi nama kursi. Lalu akal budi atau pikiran memberinya pengertian dan mengungkapkannya melalui bahasa dengan konsep kursi atau gagasan lainnya.

Isi pengertian ialah semua unsur yang termuat di dalam pengertian itu.[3] Contoh: Mahasiswa UIN Jakarta. Apabila kalimat itu diuraikan maka akan terdiri dari unsur-unsur mahasiswa dan UIN Jakarta. Kata mahasiswa terdiri dari unsur: manusia-dewasa-yang melanjutkan pendidikan-di sekolah tinggi-yang bernama UIN Jakarta-yang terletak di Cilacap-Kabupaten Tangerang. Demikan juga dengan kata UIN Jakarta, apabila kata itu diurai maka di dalamnya akan terdapat sejumlah unsur yang memuat isi pengertian yang relevan.

Pengertian selain memiliki isi seperti terurai di atas, juga memiliki makna luas. Artinya tiap-tiap pengertian memiliki lingkup dan lingkungannya sendiri. Lingkup dan lingkungan itu berisikan semua barang atau hal yang dapat ditunjuk atau disebut dengan pengertian atau kata itu.[4] Misalnya pengertian Mahasiswa UIN Jakarta mencakup semua mahasiswa baik yang ada di jurusan Ilmu Politik atau Sosiologi, perempuan atau laki-laki, kurus atau gemuk, tak ada yang dikecualikan. Mahasiswa selain dari Mahasiswa UIN Jakarta semua itu di luar lingkup dan lingkungan pengertian Mahasiswa UIN Jakarta. Dengan demikian luas pengertian adalah barang-barang atau lingkungan realitas yang ditunjuk dengan pengertian atau kata tertentu.[5]

V. Dilalah
Dilalah dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yakni daala-yadulu-dilalah yang artinya petunjuk atau yang menunjukan. Dalam logika (ilmu mantiq) berarti, satu pemahaman yang dihasilkan dari sesuatu atau hal yang lain, seperti adanya asap di balik bukit, berarti ada api dibawahnya. Dalam hal ini api disebut madlul (yang ditunjuk atau yang diterangkan), sedangkan asap disebut dal atau dalil (yang menunjukan atau petunjuk).[6]

Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama disebut Al-madhul. dan segala sesuatu yang kedua disebut Al-dall (petunjuk, penerang atau yang memberi dalil).[7] Contoh: Terdengar raungan harimau di semak-semak, dilalah bagi adanya harimau di dalam semak tersebut. Dilalah terbagi atas 3 bagian, yaitu:
1. Dilalah Lafzhiyah
    Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
A. Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah petunjuk yang berbentuk alami
Contoh:
(a)  Tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira.
(b)  Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi sedih.

B. Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dibentuk akal pikiran
Contoh:
(a)  Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi adanya manusia di sana.
(b)  Suara teriakan ‘Maling’ di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian.

C. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
(a)  Petunjuk lafadz (kata) kepada makna (benda) yang disepakati:
(b)  Orang Sunda, misalnya sepakat menetapkan kata Cau menjadi dilalah bagi Pisang.
(c)  Orang Jawa, misalnya sepakat menetapkan kata Gedang menjadi dilalah bagi Pisang.
(d) Orang Inggris, misalnya sepakat menetapkan kata Banana menjadi dilalah bagi Pisang.

2. Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
A. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami.
Contoh:
(a)  Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang.
(b)  Menutup hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau kentut dan sebagainya.
Maksudnya, yang menentukan demikian itu adalah bukan akal tetapi tabiat memang demikian.

B. Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa pemahaman melalui akal pikiran.
Contoh:
(a)  Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil.
(b)  Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.

C. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
(a) Secarik kain hitam yang diletakkan di lengan kiri orang Cina adalah dilalah bagi kesedihan/duka cita, karena ada anggota keluarganya yang meninggal.
(b) Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.

3.  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Adapun Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah menjadi ajang pembahasan para pakar mantiq. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
A.  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk (Dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu, atap dan lainnya, sehingga bisa dijadikan tempat tinggal yang nyaman. Jika anda menyuruh seorang tukang membuat rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah selengkapnya, bukan hanya dindingnya atau atapnya saja.

B. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
(a) Jika anda, misalnya menyuruh tukang memperbaiki rumah maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi bagian-bagiannya yang rusak saja.
(b) Jika anda meminta dokter mengobati badan anda, maka yang dimaksudkan adalah bagian yang sakit saja.
C. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya.
Contoh:
Jika anda menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang runtuh, maka yang anda maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga kayu-kayu tempat asbes itu melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (Iltizam). Jika kerusakan asbes itu disebabkan kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi keharusan yang terkandung dan terikat) kepada perintah memperbaiki asbes loteng itu.

VI. Kata
Pengertian adalah sesuatu yang abstrak. Untuk menunjukkan sebuah pengertian dipergunakan  bahasa. Di dalam bahasa pengertian diurai dengan kata. Dengan demikian kata adalah tanda lahir atau pernyataan dari pengertian.[8]

Kata menurut artinya dapat dibagi ke dalam bentuk-bentuk kata sebagai berikut:
1. Univok(al) (sama suara, sama artinya)
Artinya, kata yang menunjukkan pengertian yang sama antara suara dan arti. Contoh, kata Mahasiswa hanya menunjukkan pengertian yang dinyatakan oleh kata itu saja. Kata univokal merupakan kata yang dipergunakan dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan seperti diskusi ilmiah dan karya tulis ilmiah.
2. Ekuivok(al) (sama suara, tetapi tidak sama artinya)
Sebuah kata yang menunjukkan pengertian yang berbeda atau berlainan. Kata bisa misalnya dapat berarti ‘mampu’ atau ‘racun yang dikeluarkan oleh ular. Kata-kata ekuivokal baik untuk lelucon tetapi tidak baik untuk diskusi dan karya ilmiah. Dunia politik dan propaganda lazim menggunakan kata-kata yang ekuivok.
3. Analogis (sama suara, memiliki kesamaan dan juga  perbedaan arti)
Misalnya, sehat sebenarnya dikatakan tentang orang, khususnya badannya, tetapi juga dapat dikatakan tentang jiwanya, tentang obat (karena dapat menyembuhkan ganguan-ganguan kesehatan), tentang makanan (karena berguna untuk memelihara kesehatan), tentang hawa (karena baik untuk kesehatan), dan sebagainya.   

Kata juga dapat dibagi menurut isinya. Kata-kata dalam konteks pembagian ini ialah:
1. Abstrak, yang menunjukkan suatu bentuk atau sifat tanpa bendanya (misalnya, kemanusiaan, keindahan) dan konkret, yang menunjukkan suatu benda dengan bentuk atau sifatnya (misalnya, manusia)
2. Kolektif, yang menunjukkan suatu kelompok (misalnya, tentara) dan individual yang menunjukkan suatu individu saja (misalnya, Narto sama dengan nama seorang anggota tentara). Sehubungan dengan ini perlu dicatat: apa yang dapat dikatakan tentang seluruh kelompok, belum tentu dapat dikatakan pula tentang setiap anggota kelompok. Demikian pula sebaliknya
3. Sederhana, yang terdiri dari satu ciri saja (misalnya, kata ada yang tidak dapat diuraikan lagi) dan jamak, yang terdiri dari beberapa atau banyak ciri (misalnya, kata manusia, yang dapat diuraikan menjadi makhluk dan berbudi)

Selanjutnya, kata juga dapat dibagi ke dalam  apa yang disebut dengan nilai rasa, dan kata-kata emosional. Yang dimaksud nilai rasa ialah kata dengan nilai-nilai tertentu dengan maksud menyatakan sikap dan atau perasaan terhadap kenyataan objektif. Dengan demikian sikap dan perasaan tertentu sangat menentukan nilai rasa kata yang tertentu pula. Sikap dan perasaan  senang terhadap kenyataan objektif akan menentukan pilihan kata yang selaras dengan sikap dan perasaan itu. Demikian juga sebaliknya. Panggilan dengan kata ‘Anda’ berbeda dengan, Tuan, berbeda pula dengan kata Lu. Dalam hubungan inilah perlu diperhatikan supaya pemakaian kata-kata itu tepat. Yakni, untuk setiap situasi diperlukan pilihan kata dengan nilai rasa kata yang cocok, sesuai, dengan nilai rasa kata yang hendak dinyatakan. Untuk kepentingan ilmiah misalnya, pilihan kata harus menyatakan nilai rasa kata yang ilmiah pula yang tidak termuat didalamnya nilai rasa kata suka (like) dan tidak suka (dislike).

Kata-kata emosional ialah kata-kata yang dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan tertentu terhadap kenyataan objektif tetentu. Kata-kata itu misalnya kata untuk mengungkapkan kebencian, pengutukan, kecintaan, atau pemujaan, dan dukungan. Pilihan kata yang selaras dengan pengungkapan perasaan itu menimbulkan perasaan tertentu bagi yang mendengarnya.   

Pilihan kata demikian tidak lahir dari akal pikiran sehingga tidak mengajak untuk berpikir. Bahkan kata itu pada gilirannya mampu menghambat pemikiran, mengacaukan jalan pikiran, dan memustahilkan berfikir secara jernih, objektif, karena menutup mata terhadap realitas. Dalam konteks inilah, misalnya, seorang politisi mencerca lawan politiknya. Dalam konteks ini pula para pengiklan mengklaim produknya bermutu disbanding produk lain yang sejenis. Kata-kata emosional lazim digunakan dalam dunia perpolitikan dan dunia periklanan.

VII. Makna dan Arti

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. Maksud pembicara
2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa
   
Bloomfied mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dari pengertian para ahli bahasa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.

Umumnya orang menanggap bahwa arti dan makna itu adalah sama. Padahal tidak demikian. Kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Arti adalah denotasi. Sedangkan makna adalah konotasi. Kadang-kadang makna itu selaras dengan arti dan kadang tidak selaras. Apabila makna sesuatu itu sama dengan arti sesuatu itu, maka makna tersebut disebut Makna Laras (Explicit Meaning). Apabila maknanya tidak selaras dengan arti, maka sesuatu itu disebut memiliki Makna Kandungan (Implicit Meaning) atau Makna Lazim (Necessary Meaning).   

Sebagai contoh kata Sapi, ia memiliki arti dan makna. Sapi sudah memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan ke dalam kalimat, tapi ia belum memiliki makna, karena makna hanya akan terbentuk apabila kata itu sudah dimasukan ke dalam kalimat.
Contoh :
1. Pak kyai membeli sapi
2. Pak kyai memukul sapi
3. Pak kyai menarik sapi
   
Sapi pada Kalimat no. 1 itu memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu sapi. Pengertian yang menyeluruh tentang sapi tersebut itulah yang disebut Makna Laras (Explicit Meaning). Ketika Pak kyai membeli sapi, tentu yang dibeli adalah keseluruhan tubuh sapi itu, mulai dari kepala, kaki hingga ekornya. Oleh karena itu, makna Sapi dalam kalimat tersebut adalah sama dengan arti Sapi, sehingga disebut memiliki Makna Laras.
   
Berbeda halnya dengan kalimat No.2. yang dipukul oleh Pak kyai adalah sebagian dari tubuh sapi itu, mungkin pantatnya, mungkin kakinya saja, atau mungkin kepalanya saja. Oleh karena itu Sapi dalam kalimat No.2 tersebut tidak selaras dengan artinya, melainkan hanya kandungan dari arti tersebut. Oleh karna itu Sapi dalam kalimat No.2 tersebut disebut memiliki Makna Kandungan (Implicit Meaning).

Adapun kata Sapi dalam kalimat No.3 adalah memiliki Makna Lazim (Necessary Meaning). Karena ketika Pak kyai menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah talinya. Dia menarik tali itu, tidak secara langsung menarik tubuh sapi. Kendatipun yang Pak kyai pegang dan dia tarik secara lansung adalah tali kendali sapi dan bukan sapinya secara langsung, tetapi sudah lazim dikatakan bahwa bahwa hal itu disebut menarik sapi. Itulah mengapa disebut Makna Lazim.

Referensi
[1] Alex lanur, Logika Selayang Pandang (Jogjakarta: Kanisius, 1983), h. 14.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 456.
[3] Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar.Dasar-dasar Berpikir Tertib, Logis,Kritis, Dialektis (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 49.
[4] Ibid., h. 54.
[5] Ibid.,
[6] Basiq Djalil, Ilmu Logika (Jakarta: Kencana, 2010), h.5.
[7] Baihaqi,  Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika (T.tp: Darul Ulum Press, t.t.), h. 12.
[8] Ibid., h. 50.


0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com