Selasa, 17 Mei 2016

Berpikir dengan Jernih

Kegiatan berpikir sudah menjadi rutinitas dalam setiap aktivitas. Mau makan kita berpikir, mau tidur berpikir, mau ke kamar mandi pun juga perlu berpikir. Dalam setiap aspek pasti membutuhkan berpikir. Bisa dikatakan manusia tidak akan hidup normal tanpa berpikir. Satu-satunya manusia yang tanpa berpikir hanyalah orang gila. Ya, inilah salah satu pembeda manusia dari mahluk ciptaan Allah yang lainnya. Manusia dibekali akal untuk berpikir. Manusia adalah homo sapiens, mahluk yang berpikir. Lantas apa itu berpikir?

Ilustrasi
Berpikir adalah suatu kegiatan jiwa untuk mencapai pengetahuan (Partap Sing Mehra, 1988). Kita mengetahui bahwa buah mangga itu kulitnya berwarna hijau, jika dibuka berwarna kuning itu artinya sudah matang, jika putih berarti belum matang, itu yang dinamakan pengetahuan. Hasil dari kegiatan jiwa yang memproses otak. Ada tiga hal yang harus dipenuhi dalam mencapai pengetahuan, Pertama, adanya suatu sistem gagasan dalam pikiran. Kedua, gagasan ini sesuai dengan benda yang sebenarnya ada. Ketiga, haruslah ada suatu keyakinan tentang persesuaian itu.

Katakanlah kita mengetahui ada buah mangga berwarna hijau. Hal ini berarti bahwa di dalam pikiran kita ada suatu gagasan tentang adanya suatu benda yang berwarna hijau, menggantung di ranting pohon dan bisa dimakan. Gagasan dalam pikiran ini bersesuaian dengan mangga berwarna hijau yang betul-betul ada. Selanjutnya kita yakin bahwa mangga itu betul-betul ada. Apabila salah satu dari tiga unsur ini hilang, pengetahuan tidaklah akan terjadi. Misalnya, ada gagasan mengenai suatu benda dan kita yakin benda itu benar-benar ada tetapi bendanya itu tidak ada, maka pengetahuan tidaklah terjadi.

Lalu bagaimana dengan hal gaib? Dunia gaib tidak masuk ke dalam pengetahuan, bisa disebut mitos. Hal ini dikarenakan ketiga unsur tersebut kebanyakan tidak terpenuhi, karena memang dunia gaib tidak bisa dilihat kecuali hanya segelintir orang. Nah disini peran kepercayaan dan doktrin yang kita terima dari lingkungan yang berperan. Karena tidak masuk ke dalam pengetahuan, maka hal gaib bersifat subyektif dan relatif.

Peran kepercayaan dan doktrin lingkungan sangat kental disini. Kita mengetahui bahwa bentuk hantu di dunia ini berbeda-beda di setiap negara, Tuhan pun juga terdiri dari berbagai versi, hal ini dikarenakan kepercayaan dan doktrin lingkungan yang diterima setiap orang berbeda-beda. Kita menyakini bahwa Agama Islam adalah agama yang paling benar dan kita rela membela mati-matian prinsip ini, karena semenjak kecil kita sudah ditanamkan doktrin kepercayaan akan kebenaran Islam dari orang tua kita dan lingkungan kita pun mendukung penuh kepercayaan tersebut, jadilah kita fanatik terhadap kepercayaan ini.

Lalu coba sekarang kita balik, seandainya kita semenjak lahir hidup di Amerika dan lahir dari keluarga Kristen misalnya. Maka kita akan dengan sendirinya menganggap bahwa agama Kristen lah yang paling benar. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan kenapa banyak orang yang mengaku beragama tetapi etikanya tidak sesuai atau melenceng dari tuntunan hidup agamanya. Hal ini disebabkan orang tersebut tidak mencari unsur-unsur pengetahuan dari agamanya.

Menyakini dan memeluk agama hanya dikarenakan atas dasar kepercayaan dan doktrin yang ditanam semenjak lahir oleh lingkungannya tanpa mencari sendiri unsur-unsur pengetahuan dari agamanya. Ini disebut dengan kelaparan intelektualitas jiwa. Kita juga bisa mengerti kenapa orang yang berpindah agama (muallaf) sangat hebat dalam mengaplikasikan tuntunan hidup agamanya. Sebab muallaf sudah berhasil mencari unsur-unsur pengetahuan dan memilah agama yang paling benar diantara yang benar. Sehingga ia merasa puas dan tidak lapar intelektualitas jiwanya.

Setidaknya ada tiga sumber bagimana memperoleh pengetahuan, yaitu pertama pengetahuan langsung. Kedua, pengetahuan yang diperoleh dari suatu konklusi. Ketiga, pengetahuan yang diperoleh dari kesaksian dan autoritas. Pengetahuan secara langsung dapat diperoleh dari dua sumber yaitu presepsi ekstren dan presepsi intern. Pada presepsi ekstren, secara langsung kita dapat mengetahui suatu benda atau pengetahuan melalui alat-alat indera kita, seperti mata, telinga, kulit dan lain-lain. Kita bisa merasakan panas atau dingin melalui kulit kita. Presepsi intern, kita secara langsung dapat mengetahui keadaan dalam diri kita sendir, misalnya merasa sedih atau bahagia. Selanjutnya menarik suatu konklusi.

Kita dapat mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui dengan pertolongan data. Data diperoleh melalui pengetahuan secara langsung tadi. Misalnya kita melihat asap secara langsung melalui indera mata, selanjutnya kita melihat juga bahwa disitu juga ada api. Selanjutnya kita menarik kesimpulan bahwa jika ada asap berarti ada api. Maka untuk seterusnya jika melihat asap, kita akan berpikir disitu juga ada api.

Dan yang terakhir kesaksian dan autoriti. Kesaksian adalah keterangan yang diperoleh dari sumber yang terpercaya. Banyaknya ilmu pengetahuan dan tuntutan hidup untuk belajar sebanyak-banyaknya menyebabkan kita haus akan pengetahuan, makadari itu diperlukan sumber-sumber yang terpercaya untuk memperoleh pengetahuan karena pengetahuan secara langsung sangat terbatas. Sumber-sumber yang terpecaya itu bisa dari bertanya kepada orang lain atau melalui buku, film dan lain-lain. Autoriti adalah pengetahuan yang diperoleh melalui lembaga, benda atau individu yang ditanamkan secara kuat dengan suatu kepercayaan (doktrin).

Sebelum diterima, pengetahuan secara kesaksian dan autoriti seharusnya diteliti terlebih dahulu kebenarannya dari berbagai sumber lalu memperbandingkannya. Tidak asal menerima begitu saja karena bisa menyebabkan kesesatan (deathlock) yang berujung fanatik buta. Menganggap argumen nya lah yang paling benar. Apalagi dipengaruhi oleh ikatan perasaan. Sebagai manusia sudah seharusnya kita berpikir terbuka terhadap berbagai pengetahuan yang ada, bersifat open mind dan eksklusif. Dengan pengecualian tidak menerima mentah-mentah pengetahuan tersebut.

Terkait soal open mind dan eksklusif, sebaiknya kita bahas dalil Nietzsche tentang nihilisme. Menurut Nietzsche dalam berpikir yang jernih kita seharusnya membuang semua nilai-nilai yang ada dalam pikiran kita, sehingga kita dalam keadaan nihil. Dalam kenihilan inilah kita bisa berpikir jernih dan mencari kebenaran sejati. Contohnya begini, dalam keseharian kita status jomblo selalu identik dengan kata fakir kasih sayang atau kesepian. Kita bisa berpikir begitu karena ulah elite-elite pacaranisme yang sensi terhadap kebebasan para jomblo. Maka dibuatlah konstruksi bahwa para jomblo itu fakir kasih sayang atau kesepian.

Untuk mencari kebenaran sejati apa itu sebenarnya status jomblo, pertama-tama kita harus menghapus semua nilai-nilai atau stigma yang terkait dengan jomblo sehingga benar-benar dalam keadaan nihil. Dalam keadaan kenihilan inilah kita bisa berpikir dengan jernih apa itu status jomblo dalam perspektif kita sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com