Selasa, 17 Mei 2016

Partai Politik dalam Hubungan Eksekutif dan Legislatif

Kekuasaan bagaimanapun bentuknya tidak bisa dilepaskan dari partai politik. Meskipun ada bentuk sistem politik tertentu yang memangkas eksistensi partai politik, tetap saja partai politik tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan. Gejala hadirnya partai politik dalam suatu negara selalu ada, dikarenakan partai politik merupakan sarana yang paling ampuh untuk merebut kekuasaan maupun menekannya. Partai politik juga mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi kebijakan umum.

Ilustrasi
Setiap penguasa umumnya memperoleh kekuasaan karena dukungan dari partai politik. Tak terlebih lembaga eksekutif maupun legislatif. Oleh karena itu, setiap penguasa mempunyai kepentingan parpol yang menyertainya. Akibatnya setiap keputusan yang dihasilkan murni bukan karena kepentingan rakyat. Melainkan karena kepentingan partainya. Apalagi sistem  multipartai yang diterapkan di Indonesia dewasa ini menuntut adanya proses koalisi untuk bisa mencapai kata mufakat dalam meloloskan kebijakan maupun UU. Karena tidak mungkin bisa satu partai memperoleh keputusan bulat dalam suatu rapat. Proses lobbying pun tak dapat dihindarkan. 

Banyaknya kepentingan yang ingin diakomodir pun lama-kelamaan menyebabkan divided government. Tarik ulur kepentingan pun terjadi. Pemerintah tidak bisa menjalankan fungsi semestinya. Gambaran hubungan antara legislatif dan eksekutif sekiranya seperi itu. Kebijakan yang dikeluarkan eksekutif tidak akan berjalan jika eksekutif tidak menguasai mayoritas parlemen. Begitupun sebaliknya. Kebijakan eksekutif akan selalu dipertanyakan dan dicari kesalahannya melalui hak interpelasi dan hak veto legislatif apabila eksekutif tidak menguasai mayoritas parlemen.

Peranan partai politik besar peranannya dalam mencipatakan pemerintahan yang stabil dan efektif jika eksekutif berasal dari partai yang sama dengan mayoritas parlemen. Dengan begitu arah tujuan kebijakan akan saling bersinergi dan mendukung. Tidak ada proses rumit debat argumen dalam rapat yang akan memperlambat kinerja pemerintah. Eksekutif dan legislatif akan selaras dalam berkerja. Dalam hal ini partai akan menjadi unsur unified government.

Sabtu, 30 April 2016

Tipologi Partai Politik menurut Richard Gunther dan Larry Diamond

Richard Gunther dan Larry Diamond, di dalam studinya tentang partai politik yang tertuang dalam bukunya Political Parties and Democracy memperkenalkan beberapa tipologi partai. Setidaknya ada 3 kriteria dalam melihat tipologi partai politik. Pertama, bentuk dasar organisasi. Kedua, orientasi programatik partai politik. Ketiga, strategi dan norma perilaku partai politik. Dari keseluruhan ketiga kriteria tersebut dapat digolongkan menjadi 5 tipologi partai, yaitu:
Buku Ricard dan Larry
1) Partai Elit
Partai elit meruapakan partai berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai. Partai elit mempunyai struktur organisasi utama yang minim dan bergantung pada terbentuknya elit-elit di dalam wilayah geografi tertentu serta sangat menghargai tradisi lokal. Partai elite terbagi menjadi dua, yaitu ketokohan lokal dan klientelistik. Partai elite ketokohan lokal mempunyai tujuan agar elit-elit tradisional sebisa mungkin bisa mewakili konstituennya yang rata-rata adalah masyarakat lokal. Struktur dan jaringan organisasi partai jenis ini sangat tergantung pada elit tradisionalnya.

Sedangkan partai elit klientilistik bertujuan untuk mempertahankan kepentingan kelompok dan status quo. Hubungan antara struktur bersifat hirarkis, dari lokal ke pimpinan-pimpinannya di nasional. Struktur dan jaringan organisasinya memiliki jaringan vertikal dan loyalitas antara pemilih dan pimpinan partainya, baik di tingkat lokal maupun nasional. Partai jenis ini memiliki basis sosial masyarakat pedesaan, lapisan kelas terbawah, yang pendidikannya relatif masih rendah, dan masyarakat imigran perkotaan.
2) Partai Massa
Partai massa mempunyai tiga karakteristik yaitu pluralis, protohegemonik, dan agama. Partai massa menurut sifatnya, terbagi menjadi dua, berbasis kelas dan berbasis nasionalis. Partai pluralis berbasis kelas mempunyai tujuan bahwa perubahan sosial adalah untuk kesejahteraan kelas pekerja. Strategi yang digunakan dalam memenangkan pemilu dengan cara memobilisasi kelas pekerja dan membangun politik identitas yang universal. Struktur dan jaringan organisasinya berbasis keanggotaan yang terkait dengan organisasi-organisasi buruh dan organisasi sosial lainnya. Basis sosial yang dimiliki adalah kaum buruh, pekerja pemerintahan dan kaum profesional.

Berbeda dengan partai massa pluralis yang berbasis kelasa, partai massa pluralis yang bersifat nasionalis tujuannya adalah untuk mempertahankan golongan masyarakat kebangsaan secara nasional. Partai ini struktur dan jaringan organisasinya berbasis keanggotaan dan terkait dengan ormas-ormas nasional. Karena basis sosialnya adalah kaum pekerja dan kaum menengah perkotaan.

Partai massa protehegemonik biasa disebut dengan istilah leninis dan ultranasionalis. Tujuannya adalah memperoleh dan menjalankan kekuasaan menurut ideologi yang dianutnya. Strategi yang digunakan dalam memperoleh suara dengan cara merekrut dan memobilisasi kader-kader dan anggotanya untuk pemilu parlemen dan ekstra parlementer. Stuktur organisasi dan jaringan yang dimiliki adalah keanggotaan yang ketat dan disiplin hirarkial atau komando, basis sosialnya adalah kaum pekerja dan nasionalis kanan.

Terakhir, partai massa yang berbasis agama. Partai massa berbasis agama ada dua macam sifat, ada yang bersifat denominational atau pluralis agama dan ada yang bersifat fundamentalis atau protohegemonik. Partai massa berbasis agama yang bersifat denominational bertujuan untuk mempertahankan kepentingan nilai-nilai keagamaan. Strateginya menggunakan isu-isu dan organisasi keagamaan dan mobilisasi berdasarkan ikatan keagamaan. Struktur organisasi dan jaringan kerjanya ditandai dengan adanya hubungan yang kuat antara dukungan partai dengan anggota komunitas keagamaan, dan seringkali dinyatakan secara eksplisit, memiliki basis sosial lintas kelas-kelas sosial dalam masyarakat, secara sosial bersifat religius dan konservatif.

Sedangkan partai massa yang berbasis agama dan bersifat fundamentalis atau protohegemonik tujuannya adalah menguasai dan mengelola negara berdasarkan prinsip atau doktrin agama. Strategi yang digunakan dengan cara memobilisasi pengikut agama dan membangun identitas politik keagamaan melalui doktin ajaran agama. Struktur organisasi dan jaringannya bersifat hirarkial. Basis sosialnya adalah masyarakat religius dan masyarakat menengah ke bawah.
3) Partai Etnis
Partai etnis berupaya memobilisasi pemilih dalam kelompok–kelompok etnis. Partai etnis memiliki derajad idiologi yang sangat rendah, komitmennya sangat pragmatis yaitu menjamin proteksi dan keuntungan materil, kultural dan politik untuk kelompok etnis di dalam kompetisi dengan kelompok lain. Umumnya partai etnis tidak memiliki keleluasan dan kerumitan organisasi. Partai etnis tidak memajukan sebuah program (apakah inkremental atau transformatif) untuk semua masyarakat. Tujuan mereka dan strateginya adalah untuk mempromosikan kepentingan-kepentingan kelompok etnis tertentu, atau koalisi kelompok.

Jika kelompok etnis adalah mayoritas, pihak etnis mungkin akan bertekad untuk membentuk sebuah pemerintahan secara sepihak, walaupun (seperti halnya di Sri Lanka) mungkin akan menghadapi pihak etnis saingan dan potensi buruk proses persaingan etnis. Jika tidak, pihak etnis tersedia untuk membentuk sebuah koalisi dengan partai-partai dari kelompok-kelompok etnis lain untuk mendistribusikan rampasan kekuasaan dan mengelola kompetisi. Tujuan utamanya adalah sering untuk memenangkan keuntungan material untuk kelompok etnis atau wilayah tersebut.
4) Partai Elektoral
Partai elektoral dibagi menjadi dua, catch-all party atau partai anak bangsa dan personalistik. Partai elektoral yang bersifat catch-all party bertujuan untuk memaksimalkan dukungan pemilu melalui pengakomodasian kepentingan masyarakat luas. Strategi dalam memperoleh suara melalui isu-isu yang luas dan pencitraan kandidat. Struktur organisasi difokuskan untuk kampanye dan pemenangan pemilu. Basis sosialnya adalah berbagai lapisan masyarakat.

Partai catch-all party memiliki karakteristik, yaitu: 
1) Nominasi kandidat sangat ditentukan oleh peluang di dalam pemilu yakni baik dari dukungan komite partai atau dukungan dari publik bukan berdasarkan lamanya pengabdian dan posisi fungsionaris di dalam partai.
2) Mobilisasi di dalam pemilu bukan berhadapan secara langsung dengan pendukung militan partai atau bergabung dengan beraliansi organisasi tertentu, namun kandidat berhadapan langsung dengan para pemilih melalui media massa terutama televisi.
3) Kampanye yang dilakukan oleh kandidat menyangkut isu-isu yang bersifat sementara bahkan bersifat mencari-cari kelemahan dari saingannya, dan tidak memiliki komitmen program dan ideologi yang jelas.
4) Dalam upaya mendapatkan dukungan suara yang maksimal, maka kandidat menghindari dari mempertahankan kepentingan dari kelompok tertentu secara spesifik di dalam kampanye pemilu dan menghindari keterikatan terhadap kelompok tertentu secara spesifik.
5) Karena tidak adanya komitmen yang jelas dari kandidat terhadap program yang ditawarkan, maka sangat bergantung pada kebijaksanaan sang kandidat di dalam menjalankan tugasnya ketika terpilih menjadi pejabat publik.
6) Partai memiliki jangkauan yang luas untuk membentuk atau bergabung di dalam pemerintahan, dengan lemahnya komitmen ideologi dan program partai maka akan memudahkan partai tetap di dalam koalisi pemerintah.
7) Rendahnya keterlibatan dan identifikasi warga terhadap partai menjadikan lemahnya potensi integrasi sosial.

Sedangkan partai elektoral personalistik mempunyai tujuan untuk mengambil alih kekuasaan dengan mengandalkan figur sentral partai. Strategi dalam memperoleh suara melalui pemunculan kharisma personal pemimpin partai. Struktur organisasi tersentralisir kepada pimpinan partai. Basis sosialnya adalah masyarakat lapisan bawah dan masyarakat yang memiliki kesamaan etnis dengan pimpinan partainya.

5) Partai Gerakan
Partai gerakan merupakan tipologi antara partai dan gerakan. Tipe partai gerakan ini ada yang bersifat kiri liberal dan ada yang bersifat ekstrim kanan. Partai gerakan kiri liberal mempunyai tujuan mengedepankan agenda-agenda postmaterialis diluar isu ekonomi. Melalui kombinasi partai dan gerakan melakukan gerakan protes dan melibatkan para pemili yang peduli dengan isu-isu yang ditawarkan misalnya isu lingkungan, isu nuklir, dan lainnya. Basis sosialnya adalah masyarakat yang berpendidikan tinggi. Keanggotaan partai jenis ini sangat terbuka, kepemimpinannya agak cair dan terdesentralisasi.

Sedangkan partai gerakan ekstrim kanan, akan mencapai tujuannya dengan cara mengedepankan isu-isu anti imigran. Untuk memperoleh suara partai ekstrim kanan mengunakan cara melalui program dan mencetak pemimpin yang kharismatik. Struktur organisasinya mempunyai ciri khas kepeimpinan yang kuat, namun secara organisasi agak lemah. Basis sosial dari partai ini adalah kaum konservatif tradisional dan kelompok-kelompok anti imigrasi.

Islam dan Demokrasi; Pengalaman Indonesia di Masa Orde Baru

Islam dan demokrasi di masa orde baru mempunyai sisi bipolar. Dilain pihak bersifat positif dilain lagi bersifat negatif. Tetapi kebanyakan bersifat negatif. Hal ini memang selalu terjadi didalam panggung demokrasi, khususnya di ranah politik. Dalam dunia politik tidak ada yang namanya benar dan salah, yang ada hanyalah bagaimana mendapatkan kekuasaan dan bagaimana cara mempertahankan. Harold D Laswell merumuskan politik sebagai who gets what, when and how. Kalau kita berbicara mengenai demokrasi pasti tidak akan jauh-jauh dari politik.

Agama dan Politik
Pada masa orde baru posisi Soeharto bisa dikatakan cukup dilematis, Antara ingin memberangus Islam agar tidak muncul ke panggung politik dan ingin mendapatkan dukungan dari kalangan agamis Islam. Upaya Soeharto memberangus Islam dari pangung politik ini bisa dilihat dengan 2 tahapan.

Tahapan pertama (1966-1976), sebagai tahap pengkondisian. Menurut Din Syamsuddin, respon umat Islam terhadap perubahan politik selama 10 tahun pertama OrBa (1966-1976) yang dalam hubungannya dengan agenda depolitisasi Islam dapat dipandang sebagai suatu pengkondisian hubungan antara Islam dengan negara Pancasila dan politik. Hal ini bisa dilihat pada sidang MPRS, antara tahun 1966-1967, umat Islam mengajukan tuntutan agar presiden berasal dari kalangan agama Islam dan negara berdasarkan asas Islam, tetapi selalu ditolak.

Berikutnya pada tanggal 15 Februari 1968 Soeharto memberitahukan bahwa tidak seorang pun bekas Masyumi diizinkan untuk memimpin dan mengambil peranan dalam Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Terlihat sekali pada periode ini Soeharto berusaha mencundangi demokrasi umat Islam. 4 partai Islam difusikan menjadi satu partai yakni PPP. 4 partai tersebut adalah Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti.

Tahapan kedua (1976-1986), merupakan masa uji coba. Rezim menguji depolitisasi Islam secara formal dengan menetapkan undang-undang yang mewajibkan semua partai politik dan organisasi swasta mencantumkan Pancasila sebagai asas. Pada tahun-tahun ini kebebasan berkumpul pun dibatasi dan setiap ingin menyelenggarakan kegiatan keagamaan harus mempunyai izin dahulu melalui sistem license. Dengan sistem license, seorang Muslim untuk bisa berdakwah atau berkhotbah di mesjid harus memiliki surat izin dari pemerintah dan surat izin itu bisa dicabut kembali bila yang bersangkutan melakukan pelanggaran, diantaranya adalah mengkritik keras pemerintah dan membakar emosi massa untuk melawan pemerintah.

Serangkaian tindakan dilakukan rezim Soeharto untuk membungkam aspirasi umat Islam, seperti kasus yang kemudian dikenal dengan kasus Tanjung Priuk 12 September 1984. Kasus ini berawal dari invesstigasi militer (AD) yang mengidentifikasi kawasan pelabuhan Tanjung Priuk sebagai basis Islam fundamantalis yang setiap waktu bisa menjadi ancaman bagi kekuasaan OrBa. Pada kasus Tanjung Priok ini, beberapa masjid lokal diberangus dan sejumlah Muslim yang memprotes tindakan itu melalui sebuah demonstrasi damai malah ditembak dan dibunuh selama diadakannya operasi yang disebut dengan operasi keamanan di bawah komando Jenderal Benny Moerdani. Jumlah korban menurut hasil penelitian Ernst Utrecht, operasi Tanjung Priuk itu telah menyebabkan 63 orang yang tidak berdosa terbunuh dan lebih dari 100 orang lainnya terluka parah.

Akibat lainnya dari kebencian rezim OrBa adalah ditahannya beberapa figur pemimpin agama maupun politik dalam beberapa waktu, seperti Salim Qadar seorang da’i militan, A.M. Fatwa seorang tokoh Islam sekaligus sekretaris kelompok opisisi Petisi 50 dan Letnan Jenderal (Purnawirawan) H.R. Dharsono, mantan Sekretaris Jenderal ASEAN.

Kasus lainnya lagi yang melanggengkan hegemoni rezim Orba terhadap sendi-sendi masyarakat adalah dengan diadakannya operasi Penembakan Misterius (Petrus). Sekalipun kebijakan itu, menurut pengakuan pihak keamanan, ditujukan untuk memberantas kriminalitas, kenyataan membuktikan bahwa operasi itu ditujukan untuk mengeliminasi masyarakat yang dipandang oleh kelompok militer sebagai potensi ancaman bagi kepentingan kekuasaan Soeharto. Pada operasi Petrus itu tercatat bahwa hingga pertengahan 1980an, jumlah korban mencapai lebih dari 10.000 orang. Banyak diantara korban itu adalah para pemuda Muslim yang dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah. Oleh karena itu, Utrecht menyimpulkan bahwa Pembunuhan Misterius itu sebenarnya adalah pembunuhan politis umat Islam.

Selasa, 26 April 2016

Teori dalam Penelitian

BAB I
Pendahuluan

I. Latar Belakang

Dalam sebuah penilitian pastilah mempunyai sesuatu masalah. Masalah tersebut merupakan obyek yang akan diteliti guna mendapatkan suatu konklusi atau hasil penelitian. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari suatu yang diteliti maka digunakanlah teori. Teori tersebut berguna untuk menguraikan dan mencari akar masalah dari suatu masalah yang sedang diteliti. Jadi teori sangan vital sekali kegunaannya dalam sebuah penelitian.

Teori Evolusi
Tanpa teori sebuah penelitian tidak akan memiliki ruh, karena penelitian tersebut tidak menggunakan dasar-dasar ilmiah, terkesan hanya menebak-nebak saja. Selain itu teori juga berfungsi untuk menyempitkan ruang penelitian agar tidak melebar kemana-mana. Di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang what and how dari sebuah teori dalam suatu penelitian.

II. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari teori?
2. Apa fungsi teori dalam penelitian?
3. Apa itu konsep?
4. Apa saja variabel-variabel dalam penelitian?

III. Tujuan
I. Untuk mengetahui lebih jelas tentang teori dan pembagiannya
2. Untuk mengetahui fungsi-fungsi teori dan peranannya
3. Untuk mengetahui variabel-variabel dan konsep dalam peneilitian

BAB II
Pembahasan

IV. Pengertian Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antarkonsep.[1] Teori menunjukkan hubungan antara fakta-fakta. Teori menyusun fakta-fakta dalam bentuk yang sistematis sehingga dapat dipahami.[2] Menurut Kerlinger teori adalah serangkaian bagian (variabel), definisi dan dalil yang saling berhubungan yang dihadirkan dalam sebuah pandangan sistematis tentang fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.

Bentuk teori dapat berupa serangkaian hipotesa, pernyataan logis “jika…maka”, atau model visual. Bentuk presentasi teori menunjukkan urutan sebab musabab variabel-variabel. Hopkins menyajikan teorinya sebagai serangkaian hipotesa. Para ahli ilmu pengetahuan secara sistematis membangun teori dan mengetesnya untuk mengetahui internal konsistensi dan aspek-aspek subjektifnya dengan data-data empiris.[3] Menurut Kinayati Djojosuroto & M.L.A. Sumaryati, teori digolongkan kepada empat macam, yaitu asumsi, konsep, konstruk, dan proposisi.

1) Asumsi
Asumsi adalah suatu anggapan dasar tentang realita, harus diverifikasi secara empiris.[4] Dalam penelitian ilmu sosial, setidaknya kita mengenal dua pendekatan yang memengaruhi proses penelitian, mulai dari merumuskan permasalahan hingga mengambil kesimpulan. Setiap pendekatan memiliki asumsi dasar yang berbeda. Asumsi dasar yang ada di dalam pendekatan kuantitatif bertolak belakang dengan asumsi dasar yang dikembangkan di dalam pendekatan kualitatif. Asumsi dasar inilah yang memengaruhi pada perbedaan dari cara pandang peneliti terhadap sebuah fenomena dan juga proses penelitian secara keseluruhan.

2. Konsep
Konsep adalah istilah, terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu.[5] Bailey menyebutkan sebagai persepsi (mental Image) atau abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Setiap penelitian kuantitatif dimulai dengan menjelaskan konsep penelitian yang digunakan, karena konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti di dalam mendesain instrument penelitian.

Konsep juga dibangun dengan maksud agar masyarakat akademik atau masyarakat ilmiah maupun konsumen penelitian atau pembaca laporan penelitian memahami apa yang dimaksud dengan pengertian variable, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang dimaksud penelitiannya kali ini. Lebih konkrit, konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama.[6] Dalam membangun konsep ada dua desain yang perlu diperhatikan, yaitu generalisasi dan abstraksi. Generalisasi adalah proses bagaimana memperoleh prinsip dari berbagai pengalaman yang berasal dari literatur dan empiris. Abstraksi yaitu cakupan ciri-ciri umum yang khas dari fenomena yang dibicarakan.

3. Konstruk
Konstruk adalah konsep yang ciri-cirinya dapat diamati langsung seperti pemecahan masalah. Konsep seperti ini lebih tinggi tarafnya daripada abstraksi yang ciri-cirinya dapat diamati langsung. Jadi konstruk adalah konsep sedangkan tidak semua konstruk adalah konsep.[7] Menjadikan konstruk yang dapat kita ukur disebut operasionalisasi. Kata kerjanya mengoperasionalisasikan.

4. Proposisi
Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Suatu pernyataan yang menjelaskan kebenaran atau menyatakan perbedaan atau
hubungan antara beberapa konsep. Ada dua macam proposisi, yaitu Hipotetis dan Tesis. Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan untuk diuji kebenarannya secara empirik sedangkan Tesis adalah proposisi yang memiliki ruang lingkup yang cukup luas dan yang telah dibenarkan oleh suatu pengujian secara empirik dan cermat.

V.  Fungsi teori dalam penelitian

Menurut Snelbecker ada tiga fungsi teori dalam penelitian. Pertama, sebagai pensistematiskan temuan-temuan penelitian. Kedua, sebagai pendorong untuk menyusun hipotesis. Dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban serta membuat ramalan-ramalan atas dasar penemuan. Ketiga, sebagai penyaji penjelasan dalam menjawab pertanyaan. [8] Jika dijabarkan ada 6 fungsi teori dalam penelitian yaitu:
1. Sebagai penyusun generalisasi atas fakta-fakta
2. Menjadi kerangka orientasi untuk pengumpulan, pengolahan, dan analisa data
3. Pembuat prediksi terhadap fenomena baru yang akan terjadi
4. Pengawas lowongan dalam pengetahuan dengan cara deduksi
5. Sebagai rujukan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian
6. Sebagai kerangka penalaran logis

VI. Pengertian Konsep
Penelitian bekerja dari tahap konsepsional ke tahap operasional. Menurut Kerlinger konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi.

VII. Variabel
Sebagian besar para ahli mendefinisikan variabel penelitian sebagai kondisi-kondisi yang oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol, atau diobservasikan dalam suatu penelitian. Selain itu, beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian. Dari dua pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa variabel penelitian meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti. Variabel penelitian ditentukan oleh landasan teoritisnya dan kejelasannya ditegaskan oleh hipotesis penelitian. Oleh karena itu, apabila landasan teoritis suatu penelitian berbeda, akan berbeda pula variabelnya.

Variabel-variabel yang ingin digunakan perlu ditetapkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan. Jumlah variabel yang digunakan bergantung pada luas serta sempitnya panelitian yang akan digunakan. Dalam ilmu-ilmu eksakta, variabel-variabel yang digunakan umumnya mudah diketahui karena dapat dilihat dan divisualisasikan. Tetapi, variabel-variabe dalam ilmu sosial, sifanya lebih abstrak sehingga sukar dijamah secara realita. Variabel-variabel ilmu sosial berasal dari suatu konsep yang perlu diperjelas dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur dan dipergunakan secara operasional. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

A. Jenis-jenis Variabel
Pada dasarnya ada 2 jenis, yaitu Variabel kualitatif dan Variabel kuantitatif.
1. Variabel kualitatif
Jika karakter yang dipejari non numerik, karakter tersebut disebut variabel kualitatif (qualitative variabel) atau sebuah atribut (attribute). Variabel kualitatif disebut juga variabel kategorik yang digunakan untuk kategorisasi. Kategori ada yang dikotomis dan politomi. Contohnya: 1. Gender, 2. Afiliasi agama, 3. Jenis mobil yang dimiliki.

2. Variabel kuantitatif
Disebut variabel kuantitatif jika variabel yang dipelajari bersifat numerik. Contoh variabel numerik adalah jumlah uang tabungan, besarnya hutang, besarnya pengeluaran, umur, nilai. Variabel kuantitatif dapat bersifat diskret ataupun kontinyu. Variabel kontinyu adalah vqariabel yang secara teoritis dapat mempunyai nilai yang bergerak tak terbatas antara 2 nilai. Tinggi orang boleh jadi 1,5 meter, 1,53 meter, 1, 48 meter dan seterusnya tergantung pada pencermatan pengukuran.

Variabel diskret hanya mempunyai 1 nilai tertentu saja. Jumlah anak yang dimiliki adalah variabel diskret yang mempunyai nilai 1, 2, 3, 4, dan seterusnya dan tak mungkin 1,5; 1,37; atau 2,5 karena dalam variabel diskret tidak ada nilai pecahan.[9]

Dalam pembuatan rancangan pelaksanaan penelitian, biasanya hanya memuat satu, dua, atau paling tiga dari jenis variabel di bawah ini:
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau berubahnya variabel lain (variabel dependen). Juga sering disebut dengan variabel bebas, prediktor, stimulus, eksougen atau antesendent yang sedang dianalisis hubunganya atau pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel independen biasa disimbolkan dengan variabel (X). Variabel bebas adalah sebab yang dipandang sebagai sebab kemunculan variabel terikat (Y) yang dipandang (atau diduga) sebagai akibatnya.[10] Contoh variabel bebas: Kondisi pemukiman kumuh (Slum), keluarga retak, keluarga kasih sayang orang tua.

2. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel lain (variabel bebas). Juga sering disebut variabel terikat, variabel respons atau endogen. Variabel inilah yang sebaiknya dikupas secara mendalam pada latar belakang penelitian. Berikan porsi yang lebih dalam membahas variabel terikat daripada variabel bebasnya karena merupakan implikasi dari hasil penelitian. Variabel dependen biasanya disimbolkan dengan (Y).[11] Contoh variabel terikat adalah kelas sosial, metode pengajaran, tipe kpribadian, tipe motivasi. Antara variabel Independent dan Dependent, masing-masing tidak berdiri sendiri tetapi selalu berpasangan, contoh:
Kepemimpinan dan produktivitas kerja
Kepemimpinan                  = Variabel Independent
Produktivitas kerja            = Variabel Dependent

3.  Variabel Moderating
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel moderating juga sering disebut sebagai variabel bebas kedua dan sering dipergunakan dalam analisis regresi linear atau pada structural equation modelling. Sebagai contoh, hubungan antara pipa PVC (Polyvinyl Chloride) atau Pralon dengan knee (pipa berbentuk belokan). Pipa PVC akan lekat dengan knee dengan menggunakan lem khusus PVC. Jadi, lem khusus PVC adalah variabel moderating yang memperkuat. Atau, lem kayu tidak dapat digunakan untuk mengelem pipa PVC dengan knee. Jadi lem kayu adalah variabel moderating yang memperlemah.

4. Variabel Intervening
Variabel intervening adalah variabel yang menjadi media pada suatu hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sebagai contoh, prestasi kerja pengaruh ibu terhadap ayah akan semakin kuat setelah berkeluarga. Jadi, keluarga merupakan media bagi ibu dalam pengaruhnya terhadap ayah.

5. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel kecepatan menulis murid–murid suatu sekolah, yang diukur dan dibandingkan kecepatan menulis sekolah lain. Semua jenis variabel di atas merupakan statis, yang berarti tidak berubah selama proses penelitian berlangsung. Sebenarnya ada lagi istilah yang lain, yaitu variabel dinamis. Variabel dinamis biasanya dipergunakan dalam penelitian kualitatif.

Dilihat dari jenis pengukuran dan urutannya, variabel dapat dibedakan menjadi 3 jenis: nominal, ordinal, dan interval.[12]
1. Variabel nominal
Variabel nominal adalah variabel dimana tidak ada keharusan mengurutkan kategorinya. Peubahan penyusunan kategori variabel nominal tidak membawa perubahan makna yang berarti. Sebagai contoh, warga negara Indonesia dilihat dari sudut agama, penyusunan kategorinya dapat memenuhi berbagai cara:
Agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha
Atau bisa juga seperti dibawah ini:
Agama Hindu, Katolik, Protestan, Budha, dan seterusnya.

2. Variabel ordinal
Variabel ordinal adalah variabel dimana kategorinya dapat diurutkan. Namun demikian, jarak antara satu kategori dengan kategori sesudah atau sebelumnya tidak sama sebagaimana halnya pada variabel interval. Misalnya sejumlah orang islam ditanya tetang sholat tahajud mereka, maka urutan kategori variabel tersebut sebagai berikut:
Ibadah sholat tahajud                   
a. selalu
b. sering
c. kadang-kadang
d. jarang
e. tidak pernah

3. Variabel interval
Variabel interval adalah variabel yang kategorinya dapat diurutkan dan jarak antara satu kategori dengan kategori berikutnya dapat dihitung dengan tepat. Sebagai contoh sejumlah mahasiswa dilihat dari sudut IPK nya.
IPK
a. 3,01 – 4,00
b. 2,01 – 3,00
c. 1,01 – 2,00
d. 0,01 – 1,00

BAB III
Kesimpulan

VIII. Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan dan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antarkonsep.
2. Teori dapat digolongkan kepada empat macam, yaitu asumsi, konsep, konstruk, dan proposisi.
3. Ada tiga fungsi teori dalam penelitian. Pertama, sebagai pensistematiskan temuan-temuan penelitian. Kedua, sebagai pendorong untuk menyusun hipotesis. Dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban serta membuat ramalan-ramalan atas dasar penemuan. Ketiga, sebagai penyaji penjelasan dalam menjawab pertanyaan.
4. konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal yang khusus.
5. Variabel penelitian adalah kondisi-kondisi yang oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol, atau diobservasikan ke dalam suatu penelitian.
6. Pada dasarnya ada 2 jenis variabel, yaitu Variabel kualitatif dan Variabel kuantitatif.
7. Variabel biasanya hanya memuat satu, dua, atau paling tiga dari jenis dari Variabel Independen, Variabel Dependen,  Variabel Moderating, Variabel Intervening dan Variabel Kontrol.
8. Dilihat dari jenis pengukuran dan urutannya, variabel dapat dibedakan menjadi 3 jenis: nominal, ordinal, dan interval.

Referensi
[1]  Kinayati Djojosuroto & M.L.A Sumaryati, Prinsip-Prinsip Penelitian Bahasa & Sastra (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004), h. 17.
[2] S. Nasution, Metode Research, Penelitian Ilmiah (Bandung: Jemmars, 1991), h. 4.
[3] Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian, Refleksi Pengembangan dan Penguasaan Metodologi Penelitian (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 36.
[4] Kinayati Djojosuroto & M.L.A Sumaryati, Prinsip-Prinsip Penelitian Bahasa & Sastra, h. 20.
[5] M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), h. 17.
[6] M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Kencana, 2008), h. 57.
[7] Kinayati Djojosuroto & M.L.A Sumaryati, Prinsip-Prinsip Penelitian Bahasa & Sastra, h. 18-19.
[8] Sardar Ziauddin, Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung: Mizan, 1996), h. 86.
[9] Nuraida Halid Alkaf, Metode Penelitian Pendidikan (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h. 76.
[10] Ibid., h. 79.
[11] Ibid., h. 80.
[12] Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan (Ciputat: Ciputat Press, 2006), h. 31-33.

Sabtu, 23 April 2016

BeeTalk Adventure 48 Jam, Go to Pahawang

Kalian bisa saja mengurung diri di kamar sambil menonton tv dan bersantai di tempat tidur yang empuk, tapi untuk orang-orang seperti kami, lebih memilih untuk keluar dan mengelilingi keindahan alam negeri sendiri
Melangkahlah, melangkahlah sejauh kau bisa. Lihatlah keindahan Indonesia, sebuah negeri yang pantas disebut surga

Tepat pertengahan bulan lalu (maret) aplikasi media sosial BeeTalk mengadakan event jalan-jalan gratis ke pulau pahawang, Lampung (Ya, Gratis tis tis :D). Menurut salah satu panitia, event ini merupakan event pertama yang diadakan oleh pihak BeeTalk dari forum Travel Indonesia. Tujuannya untuk menguatkan eksistensi dan solidaritas penghuni forum. Oh iya, bagi yang belum tahu, salah satu fitur aplikasi medsos BeeTalk ini adalah adanya forum. Beragam forum ada di aplikasi BeeTalk. Mulai dari Travelling, Fotografi, Curhat hingga forum Jones :D. Jadi melalui forum tersebut, kita bisa berinteraksi dan mencari relasi dengan orang-orang yang sehobi dengan kita. Sedikit bocoran dari panitia, nantinya akan diadakan lagi event jalan-jalan gratis bersama BeeTalk. Selain itu, masih banyak event yang diadakan dengan hadiah yang menarik. Mangkanya buruan download, hehe.

Penampakan Panitia :D

Dari proses seleksi akhirnya terpilih lah 25 orang yang beruntung. Untuk mengikuti event ini pun tidaklah ribet seperti kuis-kuis pada umumnya. Pendaftar hanya perlu melengkapi form yang berisi daftar aplikasi media sosial kita.
Orang-orang yang beruntung :D
Event jalan-jalan ini diadakan selama 3 hari, mulai dari tanggal 15 April sampai 17 April. Para peserta berkumpul di meeting point masing-masing yang sudah ditentukan. Nantinya, para peserta maupun panitia berkumpul menjadi satu di pelabuhan merak untuk melanjutkan perjalanan menuju ke pelabuhan bakauheuni.

Suasana di kapal menuju ke pelabuhan bakauheuni
Perjalanan menuju pelabuhan bakauheuni ditempuh kurang lebih selama 3 jam. Sesampainya di pelabuhan bakauheuni, kita sudah ditunggu 3 mobil carteran. Perjalanan dilanjutkan menuju ketapang. Sampai di ketapang kira-kira sudah pagi sekitar pukul 07.00 wib. Para peserta berkumpul di kediaman bapak Yanto untuk briefing dan pembagian sembako. Di sekitaran ketapang terdapat banyak tempat penyewaan kapal maupun peralatan snoorkling, salah satunya bapak Yanto ini.
Kediaman bapak Yanto
Ketapang
Setelah briefing dan menyantap kudapan pengisi energi, perjalanan dilanjutkan dengan keliling pulau disekitaran pahawang dan snoorkling ceria sampai sore hari. Kurang lebih ada 3 pulau yang dikunjungi dengan spot snoorkling masing-masing pulau yang eksotis dan menawan. 3 pulau yang dikunjungi adalah Kelagian, Pasir timbul, dan Pahawang. Untuk detail aktivitasnya lihat gambar saja. Biarkan foto yang bicara :D.
Laut yang dikelilingi bukit-bukit dan pulau
Pasukan Katak beraksi

Bawah Laut Pahawang
Pasir Timbul
Loncat di Pantai Klagian
Pahawang again dan gw again :D
Snoorkling ramai-ramai
Neduh :D
Membuat Piramid KW3 :D
Membuat Circle
Gw again
Menuju Penginapan
Setelah capek berjam-jam ngobak di air, agenda selanjutnya adalah menuju penginapan untuk beristirahat dan melihat sunset. Selama di pahawang kita menginap di kediaman ibu Lili. Orangnya sangat ramah. Tempatnya bagus dengan view depan yang menawan. Langsung berdapan dengan laut dan bukit. Disekitaran penginapan terdapat banyak spot ikan berkumpul. Di penginapan ibu Lili juga disediakan 3 kano yang siap sedia digunakan untuk berkeleliling ria. Tersedia full karaoke loh. Sunset di Pahawang sangat bagus dengan panorama laut dan bukit.

View depan penginapan
Bermain kano
Senja
Spot berkumpulnya ikan
Kumpul Karaoke
Malam harinya diisi dengan game-game seru dari rekan-rekan panitia. Ada game yel-yel, tebak kata dan memindahkan kelereng. Dengan iming-iming bantal dan kaos BeeTalk dari panitia, para peserta antusias berlomba-lomba memenangkan game. Apesnya, kelompok saya tidak menang satupun dari lomba tersebut, hahaha. Semuanya bergembira riang berbaur dengan gelapnya malam. Gelapnya malam tak mampu melawan gelak tawa dan yel-yel dari kami. Momen-momen yang sangat dirindukan untuk terulang kembali. Malam minggu yang tak lagi seram bagi para jones, seperti kawan dari BeeTalk, Opank Mancai :D.

Api Unggun
Bermain game
Game Memindahkan Kelereng
Kelompok yang beruntung
Sungguh petualangan yang sangat mengesankan bersama kawan-kawan baru dari BeeTalk. Rasanya ingin lebih berlama-lama, menghentikan waktu barang semenit atau memutar waktu kembali. Hari minggu, hari kepulangan. Sebelum kemas-kemas hendak pulang. Kami mengunjungi pulau Balak untuk melakukan kegiatan watersport. Bermain banana boat, bermain bola, lari-larian dan guling-gulingan di pantai.

Kawan-kawan berburu sunrise
Banana Boat
Bermain bola
Masa kecil kurang bahagia, lari-larian
Sehelai Daun Kenangan
Para penghuni menjadi halimunan
Lesap di balik gelombang awan
Yang tinggal hanya nama dan bayang-bayang
Juga sehelai daun kenangan
(Rahimidin Zahari)

Pengalaman 48 jam yang sangat berharga dan tak terlupakan dengan kawan-kawan BeeTalk. Sungguh pengalaman yang sulit untuk dituliskan. Tulisan ini hanya sedikit cerita (Jauh dari aslinya yang lebih menggembirakan) untuk sekedar mengumpulkan kembali puzzle kenangan yang mungkin suatu hari kita butuhkan kembali. Terima kasih untuk panitia BeeTalk yang telah memilih saya :D dan kawan-kawan dari BeeTalk atas semua keseruan dan candaannya. We are somebody’s memories when we are gone. Ya, kini rindu menyeruak kembali, berharap suatu saat kita berjumpa kembali, bersama-sama menatap eloknya alam negeri kita, Indoensia. Kenangan itu cuma hantu di sudut pikiran. Selama kita cuma diam dan nggak berbuat apa-apa, selamanya dia akan tetap jadi hantu. Nggak akan pernah jadi kenyataan. Mari suatu saat kita hidupkan kembali kenangan :D

Full Team


Intermezo

Tante-tante doyan selfie
Cintaku Bersemi di Pahawang
Cieee
Peace Bro
Video dari Kawan-kawan



Selasa, 12 April 2016

Proses Transisi Presiden Soekarno

Proses perpindahan kekuasaan dari tampuk kekuasaan Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto memang banyak dijumpai kontroversi dan tumbal. Pasalnya, peristiwa transisi pemegang kekuasaan tersebut diwarnai dengan jatuhnya ratusan korban dan surat misteri yang tak jelas isinya. Ratusan korban berjatuhan mengiringi pergantian kepemimpinan tersebut. Diawali dengan konflik berdarah, penculikan beserta pembunuhan jenderal-jenderal yang dilakukan oleh cakrabirawa dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kini dikenal dengan G30S. Lalu dilanjutkan dengan pelarangan dan pembersihan anggota-angota PKI.



 
Mandat penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh Soekarno lewat surat perintah sebelas maret (SUPERSEMAR) pun tidak jelas isinya. Apakah supersemar merupakan penyerahan kekuasaan secara mutlak atau hanya surat perintah harian biasa, hal ini masih menjadi misteri sebab sampai sekarang surat asli supersemar hilang tak tahu kemana. Banyak dari para konspirator maupun pengamat mengatakan isi dari supersemar yang sekarang ini sudah tidak asli alias diubah. Benedict Anderson, pakar sejarah Indonesia asal Amerika Serikat, pernah mengatakan Supersemar asli sengaja dihilangkan. Hal itu didapatkan Anderson dari pengakuan seorang tentara yang bertugas di Istana Bogor, tempat Supersemar dibuat. Setelah Presiden Soekarno mengeluarkan supersemar maka dimulailah intrik-intrik politik Soeharto yang waktu itu menjabat sebagai pangkopkamtib. Segala tindakan Soeharto dibenarkan bahkan disahkan oleh MPRS berdasarkan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966.

Jika berbicara mengenai proses runtuhnya orde baru, maka layaknya dimulai dari peristiwa G30SPKI. Peristiwa yang menewaskan 6 perwira tinggi. Kejadian tersebut merupakan langkah dasar dari peristiwa proses transisi orde lama ke orde baru. Pada tanggal 30 September 1965 terjadi penculikan dan pembunuhan 6 perwira tinggi yang mayatnya dibuang di lubang buaya Jakarta Timur. Tindakan itu dilakukan oleh cakrabirawa dan simpatisan PKI guna melindungi Soekarno dari serangan kudeta yang direncanakan oleh para dewan (Jenderal Angkatan Darat) di Jakarta yang telah korup dan menjadi kaki tangan Badan Intelegen Pusat Amerika Serikat (CIA). Tindakan penculikan dan pembunuhan 6 perwira tinggi dikecam dan diprotes oleh massa. Akibatnya terjadi demonstrasi menuntut pembubaran PKI. Pada waktu itu kebutuhan pokok melambung tinggi, inflasi mencapai 600% hanya dalam waktu setahun karena barang-barang kebutuhan pokok (sembako) menghilang secara tiba-tiba, sehingga memaksa bank Indonesia mensanering nilai rupiah dari Rp.1.000,- menjadi Rp.1. Konstalasi tersebut mengakibatkan berbagai kekuatan politik untuk melakukan proses konsolidasi, antara lain kelompok mahasiswa sebagai presure group melakukan aksi moral dengan tuntutan TRITURA (tiga tuntutan rakyat), yaiut 1. Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya 2. Perombakan kabinet DWIKORA 3. Turunkan harga dan perbaiki sandang-pangan.

Setelah peristiwa G30S, situasi negara menjadi sangat genting. Demonstrasi besar-besaran terjadi dimana-mana menuntut TRITURA. Ditengah situasi genting tersebut lahirlah surat perintah sebelas maret, isi dari supersemar ialah memerintahkan Mayjen Soeharto, dengan atas nama Presiden/Penglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi. Penerbitan Surat Perintah tersebut secara jelas memberikan keleluasaan cukup besar kepada orang yang sudah diketahui Presiden sangat tidak bersahabat dengan PKI beserta orang-orang yang terlibat dalam peristiwa G30S/PKI.[1]
   
Keluarnya supersemar sampai sekarang masih menjadi perdebatan. Apakah supersemar hanya surat perintah biasa atau surat perpindahan kekuasaan. Apakah Soekarno mengeluarkan supersemar berdasarkan kemauannya atau atas desakan orang lain. Menurut Ricklef dalam bukunya yang berjudul Sejarah Indonesia Modern menyebutkan bahwa Malam itu tiga jendral yang bertugas sebagai utusan Soeharto pergi ke Bogor dan membujuk Soekarno untuk menandatangani sebuah dokumen yang memberi Soeharto kekuasaan penuh untuk memulihkan ketertiban menjalankan pemerintahan dan melindungi presiden atas nama revolusi. Dari pernyataan tersebut jelas adanya permainan manuver halus antara Soekarno dan Soeharto. Pada tanggal 11 Maret 1966 Soekarno memberikan surat perintah yang bernama Supersemar kepada Soeharto untuk menjaga ketertiban. Namun yang dilakukan oleh Soeharto tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Soekarno. Soeharto malah membubarkan PKI dan membuat kebijakan-kebijakan yang baru sehingga posisi Soekarno terpojokan dan terjadinya perpindahan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto.[2]

Surat Perintah tersebut dimanfaatkan Soeharto untuk membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya serta menjadikannya sebagai partai terlarang. Atas tindakan kesewenangan Soeharto, Presiden Soekarno marah-marah dan menyatakan bahwa maksud Surat Perintah tersebut hanya dalam lingkup teknis militer dan bukan tindakan politis. Namun payung hukum yang kemudian dipergunakan untuk menertibkan tindakan Mayjen Soeharto, berupa Penetapan Presiden (tanggal 13 Maret 1966) yang isinya memerintahkan Mayjen Soeharto untuk kembali kepada Pelaksanaan Surat Perintah Presiden dengan arti, melaksanakan secara teknis saja dan tidak mengambil dan melaksanakan keputusan di luar bidang teknis. Penpres tersebut secara mudah dapat dipahami tidak memiliki implikasi hukum sama sekali untuk menghapus tindakan Mayjen Soeharto membubarkan PKI. Terkecuali jika melalui surat perintah yang sama, Presiden menyatakan mencabut keputusan pemegang mandat membubarkan PKI dan menyatakan membatalkan pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya. Tindakan Mayjen Soeharto bahkan disahkan oleh MPRS berdasarkan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966.

Pidato Soekarno tentang penangungjawaban atas peristiwa G30S/PKI yang dikenal dengan NAWAKSARA ditolak oleh sidang mprs dengan surat presiden no. 01/pres./'67 tanggal 10 januari 1967. Selanjutnya pada tanggal 23 februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan negara kepada Jenderal Soeharto selaku pengemban Tap MPRS No. IX tahun 1967. Tidak lama setelah penyerahan kekuasaan, pada tanggal 7-12 Maret 1967, MPRS menyelenggarakan Sidang istimewa di Jakarta. Dalam sidang tersebut, MPRS dengan ketetapan No.XXXIII/MPRS/1967 memutuskan untuk mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno. Selain itu, MPRS juga menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno serta segala kekuasaan pemerintahan negara. Melalui ketetatapan ini pula MPRS mengangkat pengemban ketetapan MPRS No. IX tahun 1966, Jenderal Soeharto, sebagai pejabat presiden hingga dipilihnya presiden oleh MPR hasil pemilu. Pada tanggal 12 maret 1967, Jenderal Soeharto diambil sumpahnya dan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Dengan pelantikan Soeharto sebagai presiden tersebut, secara legal formal telah berakhir kekuasaan orde lama yang kemudian digantikan dengan orde baru.[3]

Referensi
[1] Admin,  “Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto (Antara Tudingan dan Realitas),” artikel diakses pada tanggal 15 Mei 2015 dari http://soeharto.co/kedekatan-presiden-soekarno-presiden-soeharto
[2] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), h. 598.
[3] Admin, “Saat-saat Jatuhnya Presiden Soekarno,” artikel diakses pada tanggal 15 Mei 2015 dari http://tempo.co.id/ang/min/02/05/utama7.htm


Konsep dan Pengertian; Dasar-Dasar Logika

Abstrak
Manusia adalah mahkluk berpikir. Tak ada yang bisa menyangkalnya. Berpikir itulah yang menyebabkan manusia berbeda dari mahluk yang lainnya. Dalam berpikir manusia memerlukan konsep. Melalui konsep manusia lalu menerjemahkannya lewat kata. Dari kata tersebut lalu dirangkai menjadi suatu kumpulan kalimat. Rangkaian kalimat tersbut disebut preposisi. Kumpulan kalimat-kalimat bisa diucapkan lewat lisan. Orang mengenalnya dengan sebutan bahasa. Jadi, bila orang berbicara dengan kata-kata, maka orang berpikir dengan menggunakan konsep atau pengertian-pengertian. Tata cara berpikir seperti itu disebut sebagai logika. Berpikir dengan jelas dan tepat menuntut pemakaian kata-kata yang tepat. Orang tidak dapat berbicara dengan baik kalau tidak mempunyai kata-kata. Demikian juga orang tidak dapat berpikir dengan tepat tanpa pengertian-pengertian. Mengerti suatu barang berarti menangkap seperti apa barang itu atau macam apa barang itu. Dengan mengerti sesuatu tentang apa yang dipikir atau obyek yang dipikir berarti kita sudah menggunakan konsep berpikir.

Keyword: Logika, Konsep, kata

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sejak filsuf Yunani, Thales (624 SM-548 SM) mengatakan bahwa air adalah arkhe. Logika mulai dikembangkan dikalangan para filsuf. Apalagi setelah Aristoteles mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Kaum Sofis  beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang logika. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti berbagai macam argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.


Pada 370 SM-288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM-226 SM pelopor Kaum Stoa. Dari sini logika mulai berkembang menjadi bidang studi tersendiri. Para ilmuwan dan filsuf mulai beramai-ramai menerbitkan karya-karya yang terkait dengan ilmu logika, seperti buku-buku Aristoteles; De Interpretatione, Eisagoge karya Porphyus, karya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding. Penggunaan logika ini penting untuk mengetahui suatu keabsahan dan kebenaran dari suatu permasalahan. Sampai saat ini logika sudah menjadi salah satu pelajaran wajib yang harus dipelajari di pergurun tinggi.
Manusia adalah makhluk hidup. Lantas yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lainnya, semisal hewan adalah cara berpikirnya. Manusia adalah makhluk hidup yang bisa berpikir. Manusia dalam berpikir membutuhkan konsep untuk menuangkan apa yang dipikirkan. Konsep tersebut dinyatakan dalam kata-kata. Konsep penting guna mendukung proses berpikir. Dalam makalah ini tidak dibahas secara mendetail apa itu logika, bagaimana sejarah logika berkembang sampai saat ini, apa fungsi logika, tetapi akan mengurai salah satu pokok bahasan dalam ilmu logika, yaitu konsep dan pengertian. Untuk itu dalam makalah ini hanya akan membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep dan pengertian.

II. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep dan pengertian?
2. Apa yang dimaksud dengan dilalah?
3. Apa yang dimaksud dengan kata?
4. Apa yang dimaksud dengan makna dan arti?

III. Tujuan
1. Mengetahui tentang konsep dan pengertian dalam logika
2. Memahami konsep-konsep dilalah dalam ilmu mantiq
3. Mengetahui arti dan pembagian kata
4. Mengetahui pengertian makna dan arti


BAB II
PEMBAHASAN

IV. Pengertian Konsep

Pengertian adalah suatu gambaran akal budi yang abstrak, yang batiniah, tentang sesuatu.[1] Gambaran akal budi yang abstrak, yang batiniah, tentang sesuatu sebagaimana dimaksudkan di atas disebut juga konsep. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsep didefinisikan sebagai: 1) Rancangan atau buram surat dsb., 2) Ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret, 3) Gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.[2] Dengan demikian pengertian identik dengan konsep sebagai hasil pekerjaan akal budi yang selalu menangkap dan membentuk sesuatu gambaran. Pengertian berada dalam wilayah akal budi atau pikiran sementara konsep berada dalam wilayah kebahasaan. Perhatikan gambar di bawah ini.



Kata Kursi ialah konsep. Sebelum menjadi konsep kata kursi merupakan pengertian yang dibentuk oleh akal budi atau pikiran. Selanjutnya dengan kata kursi itu kita dapat berpikir atau berbicara hal ihwal mengenai kursi tanpa harus menghadirkan benda kongkret yang bernama kursi karena kursi itu telah ada di dalam akal budi atau pikiran. Kehadiran kursi di dalam akal budi atau pikiran ialah karena panca indera menangkap benda kongkret yang kemudian diberi nama kursi. Lalu akal budi atau pikiran memberinya pengertian dan mengungkapkannya melalui bahasa dengan konsep kursi atau gagasan lainnya.

Isi pengertian ialah semua unsur yang termuat di dalam pengertian itu.[3] Contoh: Mahasiswa UIN Jakarta. Apabila kalimat itu diuraikan maka akan terdiri dari unsur-unsur mahasiswa dan UIN Jakarta. Kata mahasiswa terdiri dari unsur: manusia-dewasa-yang melanjutkan pendidikan-di sekolah tinggi-yang bernama UIN Jakarta-yang terletak di Cilacap-Kabupaten Tangerang. Demikan juga dengan kata UIN Jakarta, apabila kata itu diurai maka di dalamnya akan terdapat sejumlah unsur yang memuat isi pengertian yang relevan.

Pengertian selain memiliki isi seperti terurai di atas, juga memiliki makna luas. Artinya tiap-tiap pengertian memiliki lingkup dan lingkungannya sendiri. Lingkup dan lingkungan itu berisikan semua barang atau hal yang dapat ditunjuk atau disebut dengan pengertian atau kata itu.[4] Misalnya pengertian Mahasiswa UIN Jakarta mencakup semua mahasiswa baik yang ada di jurusan Ilmu Politik atau Sosiologi, perempuan atau laki-laki, kurus atau gemuk, tak ada yang dikecualikan. Mahasiswa selain dari Mahasiswa UIN Jakarta semua itu di luar lingkup dan lingkungan pengertian Mahasiswa UIN Jakarta. Dengan demikian luas pengertian adalah barang-barang atau lingkungan realitas yang ditunjuk dengan pengertian atau kata tertentu.[5]

V. Dilalah
Dilalah dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yakni daala-yadulu-dilalah yang artinya petunjuk atau yang menunjukan. Dalam logika (ilmu mantiq) berarti, satu pemahaman yang dihasilkan dari sesuatu atau hal yang lain, seperti adanya asap di balik bukit, berarti ada api dibawahnya. Dalam hal ini api disebut madlul (yang ditunjuk atau yang diterangkan), sedangkan asap disebut dal atau dalil (yang menunjukan atau petunjuk).[6]

Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama disebut Al-madhul. dan segala sesuatu yang kedua disebut Al-dall (petunjuk, penerang atau yang memberi dalil).[7] Contoh: Terdengar raungan harimau di semak-semak, dilalah bagi adanya harimau di dalam semak tersebut. Dilalah terbagi atas 3 bagian, yaitu:
1. Dilalah Lafzhiyah
    Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
A. Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah petunjuk yang berbentuk alami
Contoh:
(a)  Tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira.
(b)  Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi sedih.

B. Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dibentuk akal pikiran
Contoh:
(a)  Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi adanya manusia di sana.
(b)  Suara teriakan ‘Maling’ di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian.

C. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
(a)  Petunjuk lafadz (kata) kepada makna (benda) yang disepakati:
(b)  Orang Sunda, misalnya sepakat menetapkan kata Cau menjadi dilalah bagi Pisang.
(c)  Orang Jawa, misalnya sepakat menetapkan kata Gedang menjadi dilalah bagi Pisang.
(d) Orang Inggris, misalnya sepakat menetapkan kata Banana menjadi dilalah bagi Pisang.

2. Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
A. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami.
Contoh:
(a)  Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang.
(b)  Menutup hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau kentut dan sebagainya.
Maksudnya, yang menentukan demikian itu adalah bukan akal tetapi tabiat memang demikian.

B. Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa pemahaman melalui akal pikiran.
Contoh:
(a)  Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil.
(b)  Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya orang yang membawa api ke sana.

C. Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
(a) Secarik kain hitam yang diletakkan di lengan kiri orang Cina adalah dilalah bagi kesedihan/duka cita, karena ada anggota keluarganya yang meninggal.
(b) Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.

3.  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Adapun Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah menjadi ajang pembahasan para pakar mantiq. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
A.  Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk (Dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu, atap dan lainnya, sehingga bisa dijadikan tempat tinggal yang nyaman. Jika anda menyuruh seorang tukang membuat rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah selengkapnya, bukan hanya dindingnya atau atapnya saja.

B. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
(a) Jika anda, misalnya menyuruh tukang memperbaiki rumah maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi bagian-bagiannya yang rusak saja.
(b) Jika anda meminta dokter mengobati badan anda, maka yang dimaksudkan adalah bagian yang sakit saja.
C. Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya.
Contoh:
Jika anda menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang runtuh, maka yang anda maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga kayu-kayu tempat asbes itu melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (Iltizam). Jika kerusakan asbes itu disebabkan kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi keharusan yang terkandung dan terikat) kepada perintah memperbaiki asbes loteng itu.

VI. Kata
Pengertian adalah sesuatu yang abstrak. Untuk menunjukkan sebuah pengertian dipergunakan  bahasa. Di dalam bahasa pengertian diurai dengan kata. Dengan demikian kata adalah tanda lahir atau pernyataan dari pengertian.[8]

Kata menurut artinya dapat dibagi ke dalam bentuk-bentuk kata sebagai berikut:
1. Univok(al) (sama suara, sama artinya)
Artinya, kata yang menunjukkan pengertian yang sama antara suara dan arti. Contoh, kata Mahasiswa hanya menunjukkan pengertian yang dinyatakan oleh kata itu saja. Kata univokal merupakan kata yang dipergunakan dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan seperti diskusi ilmiah dan karya tulis ilmiah.
2. Ekuivok(al) (sama suara, tetapi tidak sama artinya)
Sebuah kata yang menunjukkan pengertian yang berbeda atau berlainan. Kata bisa misalnya dapat berarti ‘mampu’ atau ‘racun yang dikeluarkan oleh ular. Kata-kata ekuivokal baik untuk lelucon tetapi tidak baik untuk diskusi dan karya ilmiah. Dunia politik dan propaganda lazim menggunakan kata-kata yang ekuivok.
3. Analogis (sama suara, memiliki kesamaan dan juga  perbedaan arti)
Misalnya, sehat sebenarnya dikatakan tentang orang, khususnya badannya, tetapi juga dapat dikatakan tentang jiwanya, tentang obat (karena dapat menyembuhkan ganguan-ganguan kesehatan), tentang makanan (karena berguna untuk memelihara kesehatan), tentang hawa (karena baik untuk kesehatan), dan sebagainya.   

Kata juga dapat dibagi menurut isinya. Kata-kata dalam konteks pembagian ini ialah:
1. Abstrak, yang menunjukkan suatu bentuk atau sifat tanpa bendanya (misalnya, kemanusiaan, keindahan) dan konkret, yang menunjukkan suatu benda dengan bentuk atau sifatnya (misalnya, manusia)
2. Kolektif, yang menunjukkan suatu kelompok (misalnya, tentara) dan individual yang menunjukkan suatu individu saja (misalnya, Narto sama dengan nama seorang anggota tentara). Sehubungan dengan ini perlu dicatat: apa yang dapat dikatakan tentang seluruh kelompok, belum tentu dapat dikatakan pula tentang setiap anggota kelompok. Demikian pula sebaliknya
3. Sederhana, yang terdiri dari satu ciri saja (misalnya, kata ada yang tidak dapat diuraikan lagi) dan jamak, yang terdiri dari beberapa atau banyak ciri (misalnya, kata manusia, yang dapat diuraikan menjadi makhluk dan berbudi)

Selanjutnya, kata juga dapat dibagi ke dalam  apa yang disebut dengan nilai rasa, dan kata-kata emosional. Yang dimaksud nilai rasa ialah kata dengan nilai-nilai tertentu dengan maksud menyatakan sikap dan atau perasaan terhadap kenyataan objektif. Dengan demikian sikap dan perasaan tertentu sangat menentukan nilai rasa kata yang tertentu pula. Sikap dan perasaan  senang terhadap kenyataan objektif akan menentukan pilihan kata yang selaras dengan sikap dan perasaan itu. Demikian juga sebaliknya. Panggilan dengan kata ‘Anda’ berbeda dengan, Tuan, berbeda pula dengan kata Lu. Dalam hubungan inilah perlu diperhatikan supaya pemakaian kata-kata itu tepat. Yakni, untuk setiap situasi diperlukan pilihan kata dengan nilai rasa kata yang cocok, sesuai, dengan nilai rasa kata yang hendak dinyatakan. Untuk kepentingan ilmiah misalnya, pilihan kata harus menyatakan nilai rasa kata yang ilmiah pula yang tidak termuat didalamnya nilai rasa kata suka (like) dan tidak suka (dislike).

Kata-kata emosional ialah kata-kata yang dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan tertentu terhadap kenyataan objektif tetentu. Kata-kata itu misalnya kata untuk mengungkapkan kebencian, pengutukan, kecintaan, atau pemujaan, dan dukungan. Pilihan kata yang selaras dengan pengungkapan perasaan itu menimbulkan perasaan tertentu bagi yang mendengarnya.   

Pilihan kata demikian tidak lahir dari akal pikiran sehingga tidak mengajak untuk berpikir. Bahkan kata itu pada gilirannya mampu menghambat pemikiran, mengacaukan jalan pikiran, dan memustahilkan berfikir secara jernih, objektif, karena menutup mata terhadap realitas. Dalam konteks inilah, misalnya, seorang politisi mencerca lawan politiknya. Dalam konteks ini pula para pengiklan mengklaim produknya bermutu disbanding produk lain yang sejenis. Kata-kata emosional lazim digunakan dalam dunia perpolitikan dan dunia periklanan.

VII. Makna dan Arti

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. Maksud pembicara
2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa
   
Bloomfied mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dari pengertian para ahli bahasa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.

Umumnya orang menanggap bahwa arti dan makna itu adalah sama. Padahal tidak demikian. Kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Arti adalah denotasi. Sedangkan makna adalah konotasi. Kadang-kadang makna itu selaras dengan arti dan kadang tidak selaras. Apabila makna sesuatu itu sama dengan arti sesuatu itu, maka makna tersebut disebut Makna Laras (Explicit Meaning). Apabila maknanya tidak selaras dengan arti, maka sesuatu itu disebut memiliki Makna Kandungan (Implicit Meaning) atau Makna Lazim (Necessary Meaning).   

Sebagai contoh kata Sapi, ia memiliki arti dan makna. Sapi sudah memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan ke dalam kalimat, tapi ia belum memiliki makna, karena makna hanya akan terbentuk apabila kata itu sudah dimasukan ke dalam kalimat.
Contoh :
1. Pak kyai membeli sapi
2. Pak kyai memukul sapi
3. Pak kyai menarik sapi
   
Sapi pada Kalimat no. 1 itu memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu sapi. Pengertian yang menyeluruh tentang sapi tersebut itulah yang disebut Makna Laras (Explicit Meaning). Ketika Pak kyai membeli sapi, tentu yang dibeli adalah keseluruhan tubuh sapi itu, mulai dari kepala, kaki hingga ekornya. Oleh karena itu, makna Sapi dalam kalimat tersebut adalah sama dengan arti Sapi, sehingga disebut memiliki Makna Laras.
   
Berbeda halnya dengan kalimat No.2. yang dipukul oleh Pak kyai adalah sebagian dari tubuh sapi itu, mungkin pantatnya, mungkin kakinya saja, atau mungkin kepalanya saja. Oleh karena itu Sapi dalam kalimat No.2 tersebut tidak selaras dengan artinya, melainkan hanya kandungan dari arti tersebut. Oleh karna itu Sapi dalam kalimat No.2 tersebut disebut memiliki Makna Kandungan (Implicit Meaning).

Adapun kata Sapi dalam kalimat No.3 adalah memiliki Makna Lazim (Necessary Meaning). Karena ketika Pak kyai menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah talinya. Dia menarik tali itu, tidak secara langsung menarik tubuh sapi. Kendatipun yang Pak kyai pegang dan dia tarik secara lansung adalah tali kendali sapi dan bukan sapinya secara langsung, tetapi sudah lazim dikatakan bahwa bahwa hal itu disebut menarik sapi. Itulah mengapa disebut Makna Lazim.

Referensi
[1] Alex lanur, Logika Selayang Pandang (Jogjakarta: Kanisius, 1983), h. 14.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 456.
[3] Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar.Dasar-dasar Berpikir Tertib, Logis,Kritis, Dialektis (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 49.
[4] Ibid., h. 54.
[5] Ibid.,
[6] Basiq Djalil, Ilmu Logika (Jakarta: Kencana, 2010), h.5.
[7] Baihaqi,  Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika (T.tp: Darul Ulum Press, t.t.), h. 12.
[8] Ibid., h. 50.


luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com